ULIL ALBAB

"Dakwah akan terus berjalan dengan ada maupun adanya kita,bila tidak bersama kita dakwah akan bersama yang lain, jika engkau tidak bersama dakwah engkau bersama siapa?"

Minggu, 24 Juli 2011

FATWA SYAIKH ABDULLAH BIN JIBRIN (ANGGOTA HA’IAH KIBARIL ‘ULAMA AL-MAMLAKAH AL-’ARABIYYAH AS-SU’UDIYYAH) TENTANG HASAN AL-BANNA DAN SAYID QUTHUB
Akhir-akhir ini kita sering mendengar, diantara saudara sesama muslim menyebarkan isu tentang tuduhan adanya penyimpangan dua orang ulama Mesir; As-Syahid Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthub, keduanya dianggap sebagai pawang ahli bid’ah dan pembawa ajaran sesat, bahkan ada yang berarti menyatakan: “Sungguh, membaca buku porno lebih baik daripada membaca buku-buku tulisan tokoh sesat dan menyesatkan dari golongan Ikhwanul Muslim seperti Hasan Albanna, Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Qharadawi, atau orang-orang yang sejenis”. (Astaghfirullah al-azhim) sumber dari salah satu email (pembela_sunnah@yahoo.co.id).  Padahal dirinya -seperti yang ditulis dalam situs tersebut- menyatakan diri sebagai pembela sunnah tapi mengapa sampai keluar pernyataan seperti itu… semoga kita terlindung dari kata-kata, pernyataan dan ungkapan yang tidak sebenarnya… karena jika benar demikian, maka rugilah kita, banyaknya amal kebaikan yang kita lakukan akan sirna begitu saja oleh karena ungkapan yang tidak sebenarnya, bahkan kelak Allah akan diambil kebaikan orang yang mengungkapkan sesuatu yang tidak sebenarnya untuk diberikan kepada orang yang dituduhkannya… Naudzubillah min dzalik…
Berikut kami sajikan ungkapan salah seorang ulama anggota lembaga ulama Saudi tentang sikap beliau terhadap Imam As-Syahid Hasan Al-Banna dan As-Syahid Sayyid Qutbub…
Segala puji bagi Allah semata.
Menggelari orang lain sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah) atau fasik (pelaku dosa besar) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan atas umat Islam, karena Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai musuh Allah”, sedang kenyataannya tidak seperti itu, maka ucapannya itu menimpa dirinya sendiri.” (Muslim).
“Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ucapan itu tepat adanya pada salah satu di antara keduanya.” ( Al-Bukhari dan Muslim).
“Bahwa ada seseorang yang melihat orang lain melakukan dosa, lalu ia berkata kepadanya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu’. Maka Allah berfirman: ‘Siapakah gerangan yang bersumpah atas (Nama)Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan Aku gugurkan (pahala) amalmu’.” (HR. Muslim).
Kemudian saya ingin mengatakan bahwa Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna termasuk para ulama dan tokoh dakwah Islam. Melalui dakwah mereka berdua, Allah telah memberi hidayah kepada ribuan manusia. Partisipasi dan andil dakwah mereka berdua tak mungkin diingkari. Itulah sebabnya, Syaikh Abdulaziz bin Baaz mengajukan permohonan dengan nada yang lemah lembut kepada Presiden Mesir saat itu, Jamal Abdunnaser “ semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang setimpal – untuk menarik kembali keputusannya menjatuhkan hukuman mati atas Sayid Quthub, meskipun pada akhirnya permohonan Syaikh Bin Baaz tersebut ditolak.
Setelah mereka berdua (Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna) dibunuh, nama keduanya selalu disandangi sebutan “Asy-Syahid” karena mereka dibunuh dalam keadaan terzalimi dan teraniaya. Penyandangan sebutan “Asy-Syahid” tersebut diakui oleh seluruh lapisan masyarakat dan tersebarluaskan lewat media massa dan buku-buku tanpa adanya protes atau penolakan.
Buku-buku mereka berdua diterima oleh para ulama, dan Allah memberikan manfaat – dengan dakwah mereka – kepada hamba-hambaNya, serta tak ada seorang pun yang telah melemparkan tuduhan kepada mereka berdua selama lebih dari duapuluh tahun. Bila ada kesalahan yang mereka lakukan, maka hal yang sama telah dilakukan oleh Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu ‘Athiyah, Imam Al-Khaththabi, Imam Al-Qasthalani, dan yang lainnya.
Saya telah membaca apa yang ditulis oleh Syaikh Rabie’ bin Hadi Al-Madkhali (ulama muda Saudi yang anti IKHWAN-pen) tentang kitab bantahannya terhadap Sayid Quthub, tapi saya melihat tulisannya itu sebagai contoh pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Karena itulah, tulisannya tersebut dibantah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid (juga anggota hai’ah Kibaril ‘Ulama KSA-pen) hafidzhahullah
Mata cinta # terasa letih memandang aib
Tapi mata benci # selalu melihat aib
Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
26 Shafar 1417 H.
فتوى سماحة الشيخ عبدالله بن جبرين في ( حسن البنا وسيد قطب ( رحمهما الله ):
الحمد لله وحده، وبعد : لا يجوز التبديع والتفسيق للمسلمين لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((من قال لأخيه يا عدو الله وليس كذلك إلاَّ حار عليه )) . وفي الحديث : (( أنَّ من كفر مسلمـًا فقد باء بها أحدهما )) . وفي الحديث : (( أنَّ رجلاً مَـرَّ برجل وهو يعمل ذنبـًا فقال : والله لا يغفر الله لك . فقال : من ذا الذي يتألى عليَّ ألاَّ أغفر لفلان، إنَّي غفرت له وأحبطت عملك )) . ثم أقـول : إنَّ سيد قطب وحسن البنا من علماء المسلمين، ومن أهل الدعوة، وقد نفع الله بهما وهدى بدعوتهما خلقـًا كثيرًا، ولهما جهود لا تنكر، ولأجل ذلك شفع الشيخ : عبد العزيز بن باز في سيد قطب عند ما قرر عليه القتل، وتلطّف في الشفاعة فلم يقبل شفاعته الرئيس جمال، عليه من الله ما يستحق . ولَمَّا قتل كل منهما أطلق على كل واحد أنَّه شهيد؛ لأنَّه قتل ظلمـًا، وشهد بذلك الخاص والعام، ونشر ذلك في الصحف والكتب بدون إنكار . ثم تلقّى العلماء كتبهما، ونفع الله فيها، ولم يطعن أحد فيهما منذ أكثر من عشرين عامـًا . وإذا وقع منهما أخطاء يسيرة في التأويل أو نحوه فلا يصل إلى حدّ التكفير، فإنَّ العلماء الأوّلين لهم مثل ذلك، كالنووي، والسيوطي، وابن الجوزي، وابن عطية، والخطابي، والقسطلاني، وأمثالهم كثير . وقد قرأت ما كتبه الشيخ : ربيع المدخلي في الرَّد على سيد قطب، ورأيته جعل العناوين لما ليس بحقيقة، فردّ عليه الشيخ بكر أبو زيد ـ حفظه الله ـ . وكذلك تحامل على الشيخ : عبد الرحمن عبد الخالق، وجعل في كلامه أخطاء مضللة مع طول صحبته له من غير نكير . وعين الرضا عن كل عيب كليلة ولكن عين السخط تبدي المساويا
كتبه : عبد الله بن عبد الرحمن الجبرين عضو الإفتاء : 17/8/1416 هـ .


Rabu, 23 Februari 2011

Abtidi bi Hamdi lilah {nasheed + Eng subtitles}



May Allah Blessing All Brothers And Sister,..Illaliqa

Minggu, 30 Januari 2011

Problematika Dakwah Thullabiyah

dakwatuna.com – Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji hanya milik Allah Robb Yang Menciptakan alam semesta beserta segala isinya, mengaturnya sehingga semua berjalan sesuai tuntunanNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Teladan ummat manusia sepanjang masa, Dialah Rasulullah Muhammad saw. Seorang manusia yang Allah tunjuk sebagai penutup para nabi, seorang manusia terbaik yang dengan amal-amalnya menjadikan beliau sebagai manusia terbaik sepanjang masa, yang dengan arahan terbaiknya telah mendidik dan menjadikan para sahabat sebagai sebaik-baik ummat.
Hari ini problematika  dakwah secara umum semakin besar baik internal maupun eksternal, begitu pula beragam problematika yang harus dihadapi oleh kami sebagai bagian dari  aktivis dakwah thullaby/sekolah (ADS). Oleh karena itu, kami aktivis dakwah sekolah (ADS) dituntut untuk mempersiapkan diri dengan segala perbekalan yang kami butuhkan agar dapat melalui rintangan dan tantangan yang datang menghadang. Allah swt berfirman:” Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Anfal: 60).
Perbekalan-perbekalan yang kami butuhkan tidak hanya yang bersifat materi, tapi yang bersifat non-materi terkadang menjadi perbekalan yang terbaik ketika materi tidak lagi mampu menerobos tantangan tersebut, sejarah pernah mengajarkan kepada kami kisah tentang Ashhabu al ghoor, bagaimana ketika tenaga tiga orang pemuda tidak mampu menggeser batu yang menutupi pintu gua, ternyata doa merekalah yang membuat Allah kemudian memerintahkan supaya batu tersebut bergeser sehingga ketiga pemuda bisa keluar dari gua dengan selamat.
Kami menyadari dengan sepenuh hati, bahwa sebelum kami mempersiapkan diri dengan perbekalan yang terbaik guna menempuh jalan dakwah ini, kami harus mengetahui problematika apa saja yang akan kami hadapi.
Di dalam buku ini kami akan mencoba mengupas berbagai problematika yang dihadapi dakwah sekolah, selain itu juga kami akan menawarkan beberapa solusi untuk menyelesaikan bermacam problematika yang terjadi dalam lingkup dakwah sekolah, sekaligus kami akan mencoba memberikan gambaran tentang alur umum pembinaan dakwah sekolah beserta beberapa kelengkapan-kelengkapannya sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan yang berjuang melalui dakwah sekolah. Semoga melalui buku ini penulis dapat memberikan sumbangsih meskipun sedikit bagi dunia dakwah thulabiyah.
Terakhir, penulis menyadari bahwa masih terlalu banyak kekurangan di sana-sini sehingga kami sangat mengharapkan kritikan, saran, dan masukan yang membangun agar ke depan kami dapat meningkatkan kualitas dengan lebih baik lagi.
Wallahu a’lam bishshowwab.
Berikut ini adalah beberapa problematika dakwah thullaby yang kami hadapi sebagai Aktivis Dakwah Sekolah (ADS):
I. Problematika  internal:
1. Individu
Sebelum kami memulai dari yang lain, maka kami berupaya untuk terlebih dahulu memulai mengerti dan memahami problematika yang berasal dari diri kami sendiri, sehingga kami dapat memperbaiki diri kami kemudian memperbaiki orang lain, karena kami yakin orang lain tidak mungkin mengikuti perkataan kita tanpa melihat sendiri bahwa kita telah membuktikan apa yang kami katakan. Kami berlindung dari kemurkaan Allah swt apabila kami hanya sanggup mengatakan kebaikan sedangkan kami sendiri tidak melakukan amal kebaikan tersebut, sebagaimana firmanNya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kemurkaan di sisi Allah bagi siapa saja yang mengatakan apa-apa yang tidak mereka kerjakan”(Q.S. AshShaff:2-3). Tantangan yang biasanya mengganggu diri kami antara lain:
a. Bisikan setan.
Kami  teringat akan sabda Rasulullah saw ”Iman itu kadang naik, kadang turun, maka senantiasalah perbaharui iman kalian”. Ketika iman kami sedang membumbung tinggi manakala kami berada bersama orang-orang shalih, ketika kami berada dalam majelis-majelis ilmu, dalam dauroh-dauroh dakwah sekolah, kajian-kajian tatsqif aktivis rohis, maka tidak ada keraguan sedikitpun dalam diri kami bahwa inilah jalan terbaik yang harus kami lalui, jalan para nabi, jalan orang-orang yang telah Allah pilih untuk menegakkan agamaNya yang Haq. Tetapi ketika iman kami sedang menurun, ketika kami sedang tidak bersama orang-orang shalih, ketika kami sedang tidak berada dalam majelis-majelis ilmu, dauroh-dauroh dakwah sekolah, dan sarana kebaikan lainnya, maka setan selalu berusaha membisikkan kepada kami hal-hal yang kemudian membuat hati kami bimbang diliputi oleh beragam pertanyaan, kebimbangan kami antara lain:
i.            Benarkah dengan menjadi Aktivis dakwah sekolah merupakan jalan terbaik untuk kami, karena kami merasakan bahwa jalan ini terasa begitu melelahkan, tidak sedikit energi, waktu, pikiran bahkan materi  yang kami keluarkan. Karena kami melihat realitas lain, yaitu teman-teman kami yang tidak terlibat dalam dakwah sekolah, dengan kehidupan materialistis dan hedonis mereka, begitu menggiurkan dalam pandangan kemanusiaan kami. Kesadaran dan mentalitas kami sebagai aktivis dakwah diuji di sini, sehingga kami tersadarkan bahwa kami belumlah termasuk orang beriman manakala kami belum mendapatkan ujian dari Allah swt, maka kami berusaha sebisa mungkin agar dapat masuk ke dalam barisan orang-orang beriman.
ii.            Apakah dengan segala kelemahan-kelemahan yang kami miliki akan sanggup memikul beban dakwah yang tidaklah ringan, hal ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan kami di dalam memahami dan menggali potensi yang ada di dalam diri kami, kami seakan lupa dengan firman Allah swt yang berbunyi : ”Allah swt tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (QS. Al Baqarah:286) .
b. Izin  dari orang tua/keluarga.
Dalam usia kami sekarang ini, kami menyadari bahwa kami sebagai seorang anak maka kami memiliki tanggung jawab dan kewajiban kepada orang tua kami. Tanggung jawab dan kewajiban yang tentunya harus kami selaraskan dengan tanggung jawab dan kewajiban kami sebagai bagian dari aktivis dakwah sekolah, ditambah lagi dengan tanggung jawab dan kewajiban kami sebagai seorang pelajar, maka dalam dakwah ini dituntut untuk memiliki kemampuan  manajemen diri sehingga di antara ketiga tanggung jawab dan kewajiban tersebut, tidak ada yang merasakan ketidakadilan dari kami. Kami memahami hadits nabi saw yang mengatakan bahwa ridha Allah tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua.
Oleh karena itu, apabila kami menginginkan agar aktivitas kami sebagai ADS diridhai oleh Allah melalui ridha orang tua, maka kami harus berupaya dengan segala potensi yang kami miliki untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban kami terhadap orang tua kami. Allah memerintahkan kepada kami untuk berbuat baik kepada mereka atas semua jasa yang telah mereka berikan kepada kami, dan ketika mereka memerintahkan kami untuk berbuat maksiat maka kami diperintahkan untuk menolaknya dengan cara yang halus, dan tetap mempergauli mereka dengan baik (QS.Luqman: 14-15) bahkan sudah menjadi kewajiban kami untuk mengarahkan mereka untuk kembali ke jalan yang diridhai oleh Allah swt.
Imam Syahid Hasan Al Banna semoga Allah merahmatinya, memberikan panduan kepada kami tahapan-tahapan dalam berdakwah, dimana setelah kami membentuk diri kami sebagai pribadi yang Islami, maka tugas kami selanjutnya adalah membangun keluarga yang dibingkai oleh nilai-nilai Islami, baru kemudian melangkah ke tahapan-tahapan selanjutnya.
Sirah Rasulullah saw pun memberitahu kepada kami bagaimana Rasulullah berdakwah kepada keluarganya terlebih dahulu sebelum berdakwah kepada orang lain. Dan kami berusaha -atas izin Allah swt- untuk bisa mengikuti apa yang telah Rasulullah ajarkan kepada kami.
c. Kurang penjagaan ruhiyah
“Iman itu kadang naik, kadang pula turun, maka senantiasa perbaharuilah iman kalian”. Begitulah pesan Rasulullah saw. Ya, kami menyadari sepenuh hati bahwa keimanan kami belumlah seberapa, sehingga seketika kami kurang menjaga ruhiyah kami, seketika itu juga iman kami mengalami penurunan, dan ketika iman kami menurun, maka kualitas ‘amal kami pun seperti garis lurus. Oleh karena itu, kami berusaha sepenuh hati untuk menjaga kondisi iman kami dengan menjaga ‘amaliyah yaumiyah kami, senantiasa bergaul dengan orang – orang shalih, menjalankan sunnah Rasulullah dan menjauhkan diri dari hal – hal yang bisa membuat kami salah. Yaa Muqollibal Qulb, tsabit qulubina ‘aladdinik, ‘ala tho’atik, ‘ala da’watik, wa ‘ala jihadi fii sabilik. Aamiin
2. Problematika Organisasi
Kami sadar ketika kami meyakinkan diri untuk berada di dalam dakwah ini, maka kami tidaklah mungkin untuk melakukannya seorang diri, Rasulullah saw mengajarkan kepada kami melalui sirahnya yang mulia, bagaimana beliau merintis dakwah ini secara berjamaah, terkoordinir dan terorganisir bersama para sahabat yang setia. Oleh karena itu kami berusaha mencontoh tauladan beliau dengan membentuk organisasi dakwah thulabiyah atau di sini kami menyebutnya dengan singkatan rohis (rohani Islam). Dan ketika kami telah berada dalam lingkup organisasi maka kami harus juga memahami bahwa ketika berjamaah pun ada saja problematika yang harus kami hadapi. Di antaranya adalah:
a. Lemahnya soliditas kami sebagai sesama pengurus rohis, dimana hal ini seringkali disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
- Belum muncul rasa saling memiliki (sense of belonging) di antara pengurus.
Kami sering kali merasa belum menjadikan saudara kami di dalam jalan ini sebagai bagian dari diri kami sendiri, sehingga kami belum merasa sebagai satu kesatuan yang utuh, yang tidak bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya. Padahal tauladan kami tercinta, Rasulullah Muhammad saw, bersabda “seorang muslim dengan muslim yang lainnya ibarat satu bangunan, dimana yang satu menguatkan yang lainnya”. Sebagai sebuah bangunan organisasi, agar bangunan ini kokoh,  maka sudah selayaknya bagi kami untuk dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Semoga kami dapat masuk ke dalam orang-orang yang dicintai Allah swt, sebagaimana firmanNya ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalannya dalam barisan yang teratur, seperti sebuah bangunan yang berdiri kokoh”.
- Kurangnya silaturahim di antara pengurus.
Rasulullah saw bersabda “tidaklah beriman di antara kamu, manakala kamu tidak mencintai saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri”. Wujud dari cinta itu bermacam-macam, dan salah satu cara yang paling efektif untuk menunjukkan kecintaan kami terhadap saudara kami di jalan ini adalah dengan bersilaturahim, saling mengunjungi, bertanya kabar, sampai menjenguknya manakala saudara kami diuji oleh Allah swt dengan ujian penyakit.
- Kurangnya pemahaman akan manajemen kerja sama (‘amal jama’i) yang benar.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata ”kejahatan yang terorganisir dapat dengan mudah mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Oleh karena itu, karena organisasi kami merupakan organisasi kebaikan, program kami adalah program kebaikan, maka suka tidak suka kami harus melakukan ‘amal jama’i di dalam rohis ini secara  terorganisir dan dilakukan dengan benar.
- Kurangnya pemahaman akan karakter masing-masing anggota pengurus
Allah swt dalam FirmanNya menyebutkan ”Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling mengenal…” (QS. Al Hujuraat: 13). Ya, di dalam ayat ini sangat jelas sekali bahwa Allah swt, tidaklah menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, kecuali kita diperintahkan olehNya untuk dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya. Apalah lagi kami yang saat ini berada di dalam satu lingkup organisasi, dimana organisasi ini adalah organisasi kebaikan, dan kami harus saling bahu-membahu di dalamnya, maka agar kami dapat saling bekerja sama, kami haruslah mengenal karakter dari teman-teman, saudara-saudara kami dijalan ini. Kami harus dapat mengenal (ta’aruf) terlebih dahulu siapa saudara kami, agar kemudian kami dapat saling memahami (tafahum), sehingga pada akhirnya kami dapat saling tolong menolong (ta’awun).
- Kurangnya semangat saling menasihati di dalam kebenaran dan kesabaran.
Sesungguhnya, kami tidaklah ingin menjadi orang-orang yang merugi. Lalu Allah menunjukkan kepada kami bagaimana caranya, yaitu dengan mengokohkan keimanan kami, senantiasa berusaha beramal shalih, dan kemudian kami saling nasihat menasihati di dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al Ashr: 1-3). Di dalam perjalanan ini, akan selalu ada ujian, halangan, dan tantangan yang harus kami hadapi sebagai konsekuensi keberadaan kami dijalan ini, dan agar kami dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya maka kami harus senantiasa berada dalam atmosfir saling nasihat menasihati. Dan kami diajarkan agar nasihat yang kami berikan kepada saudara kami, tidaklah boleh membuat hati mereka menjadi terluka, sebagai mana kami tidak ingin perasaan kami dilukai oleh orang lain. Kami juga diajarkan agar nasihat yang kami sampaikan kepada saudara kami dijalan ini, bukan dalam rangka mencari kesalahan yang mereka lakukan, sebab kalau ini yang kami lakukan, maka dampaknya bisa jadi justru mereka menjadi semakin terpuruk. Kami diajarkan agar nasihat yang kami sampaikan dapat membangkitkan kembali semangat yang melemah, mengembalikan asa yang hampir sirna, memperbaiki kerja-kerja dakwah yang memburuk.
- Qiyadah wal Jundiyah.
Pemimpin dan yang dipimpin, setidaknya dua kata itu menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah jamaah, atau organisasi atau kelompok, atau istilah apapun yang memiliki arti berkumpulnya dua orang atau lebih yang memiliki tujuan bersama, dan berkeinginan untuk mencapainya secara bersama-sama. Begitu pun kami dalam lingkup organisasi rohis, pemimpin dan yang dipimpin juga merupakan bagian terpenting dari organisasi ini.
1. Pemimpin/qiyadah
Rasulullah saw bersabda” setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya,…”.
Dari hadits tersebut di atas, kami diajarkan bahwa setiap pribadi, merupakan pemimpin , paling tidak pemimpin bagi diri kami sendiri. Kami diajarkan juga bahwa  kepemimpinan kami harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt.
Dari hadits di atas, dalam lingkup organisasi dakwah sekolah, maka pemimpin atau ketua memiliki tanggung jawab atas organisasi dakwah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, agar pemimpin dapat menjalankan amanahnya dengan baik, maka setidaknya ia memiliki kriteria-kriteria sebagai seorang pemimpin, antara lain bisa dilihat dari sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan Allah:
i.            Siddiq/dapat dipercaya.
Seorang pemimpin, haruslah orang yang dapat dipercaya. Sirah Rasulullah saw  menceritakan, bahwa Rasulullah Muhammad saw mendapatkan julukan Al amin, yaitu orang yang dapat dipercaya, julukan ini diberikan ketika terjadi peristiwa peletakan hajar aswad ke Ka’bah sebelum beliau (Muhammad saw) diangkat sebagai nabi dan rasul, dimana pada waktu itu masing-masing kabilah merasa merekalah yang paling berhak untuk meletakkan hajar aswad di tempatnya, bahkan hampir saja terjadi pertumpahan darah, untung saja  Muhammad muda datang  dengan sebuah gagasan dimana batu hajar aswad tersebut diletakkan di atas hamparan kain, kemudian masing-masing pemimpin kabilah yang tadi bersengketa memegang ujung kain dan mengangkat batu tersebut secara bersama-sama sampai akhirnya diletakkan kembali pada tempatnya.
Begitu pula dalam sirahnya yang lain dimana sekalipun sebagian besar masyarakat Mekah tidak menyukai atau bahkan memusuhi Rasulullah saw yang membawa risalah Islam dan mendakwahkannya di tengah-tengah mereka, tetapi tidak mengurangi sedikitpun kepercayaan mereka terhadap Rasulullah untuk menitipkan barang-barang berharga yang mereka miliki ketika mereka hendak bepergian jauh.
ii.            Amanah/bertanggung jawab.
Allah swt berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”(Q.S. Al Anfaal:27). Kalimat cinta dari Allah ta’ala ini mengingatkan kepada kami betapa sebuah amanah, sekecil apapun amanah yang diberikan, haruslah dipikul dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia perbuat selama hidupnya di Yaumil Hisab nanti, begitu pula dengan seorang pemimpin ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah swt. Betapa pentingnya sikap amanah sehingga Rasulullah saw, mengkategorikan orang-orang yang tidak amanah sebagai orang munafik. Rasulullah saw bersabda:” Ada empat sifat jika ia berada pada seseorang, ia menjadi munafik sejati. Jika satu sifat ada padanya, pada dirinya ada satu kemunafikan sampai ia meninggalkannya, yaitu jika diberi amanah ia khianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bertikai ia curang.” (HR. Muslim). Pemimpin yang amanah akan melaksanakan semua tugas dan kewajiban yang dimilikinya dengan penuh tanggung jawab, sehingga semua pekerjaan-pekerjaan dakwah dapat diselesaikan dengan baik.
iii.            Fathonah/cerdas.
Manusia telah Allah swt berikan kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaanNya yang lain, yaitu berupa akal pikiran yang dengannya manusia dapat menggunakannya dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini. Di dalam organisasi dakwah seperti Rohis, seorang pemimpin yang fathonah/cerdas sangat diperlukan. Hal ini menjadi penting manakala dakwah dihadapkan pada kondisi yang rumit, kondisi yang membutuhkan kecerdasan di dalam mengambil keputusan-keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam dakwah.
iv.            Tabligh/menyampaikan.
Rasulullah saw, di dalam sebuah buku yang dibuat oleh Michael H. Hart, seorang penulis barat, yang berjudul “100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah”, beliau berada di posisi pertama. Hal ini disebabkan kemampuan beliau di dalam menyampaikan misi keislamannya yang dimulai sejak empat belas setengah abad yang lalu, yang kemudian berhasil beliau wariskan kepada generasi-generasi berikutnya, sehingga sampai saat ini lebih dari satu setengah milyar manusia yang ada di muka bumi ini beragama Islam. Dari sini kami belajar, bahwa seorang pemimpin yang berhasil adalah ia yang mampu menyampaikan kepemimpinannya dengan baik, mampu mentransfer informasi-informasi yang benar kepada mereka yang dipimpinnya, sehingga informasi tersebut menjadi berguna. Sebagaimana Rasulullah saw yang berhasil menyampaikan wahyu Allah yang turun kepadanya sehingga dapat merubah system jahiliyah yang ada pada masa itu menjadi system kehidupan yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw.
2. Yang dipimpin/ anggota/ jundiyah.
Sebuah organisasi seperti rohis, selain harus memiliki pemimpin, tentunya harus juga memiliki anggota. Anggota di sini berarti adalah orang-orang yang berada di dalam organisasi (dalam hal ini rohis), yang memiliki keterikatan secara kelembagaan, baik dalam hal pelaksanaan kewajiban, maupun di dalam perolehan hak sebagai seorang anggota di dalam organisasi tersebut. Sebagai seorang yang dipimpin/jundi di dalam organisasi rohis, kami dituntut untuk terlebih dahulu mampu melaksanakan kewajiban kami, baru kemudian kami mendapatkan hak kami sebagai anggota. Kewajiban kami sebagai anggota, tentunya adalah melaksanakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan di dalam organisasi, baik yang kami sukai, maupun yang tidak kami sukai, dengan penuh tanggung jawab, sebagai konsekuensi keterlibatan kami di sini. Kami sadar, sebagai manusia kami memiliki kecenderungan untuk menyukai sesuatu, dan ketika di dalam kami beraktivitas di dunia dakwah sekolah, bukan tidak mungkin kami menemukan hal-hal yang tidak kami sukai, tetapi itu tidak kemudian menjadikan kami sebagai orang-orang yang lari dari tanggung jawab kolektif sebagai bagian dari organisasi dakwah. Ada kaidah fiqih di dalam dakwah yang kami yakini yaitu “Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam bermaksiat kepada Allah”. Hal ini berarti bahwa, walaupun kami berada dalam posisi sebagai anggota, bukan berarti kami akan taqlid buta atas segala kebijakan yang diambil oleh pemimpin di antara kami, tapi kami akan melandaskan itu semua kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Di dalam pengajian rutin pekanan yang kami ikuti, kami juga diajarkan mengenai “Al Wala wa Al Baro’” atau “Loyalitas dan Anti Loyalitas”. Di situ dibahas bahwa loyalitas itu hanya boleh kami berikan kepada Allah swt, Rasulullah saw, serta kepada pemimpin dari golongan kami yang telah terlebih dahulu memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah dan RasulNya (Q.S. Annisaa : 59). Ditambahkan juga dalam ayat tersebut, manakala terjadi perbedaan pendapat, maka cara yang terbaik di dalam menyelesaikannya adalah dengan kembali kepada Al Qur’an dan sunnah.
II. Problematika  eksternal:
Dijalan dakwah thullaby ini kami diingatkan bahwa tidak sedikit problematika yang kami hadapi juga berasal dari luar diri dan organisasi kami. Oleh karena itu kami berusaha senantiasa mengasah kepekaan kami untuk menganalisa masalah-masalah yang ada, untuk kemudian kami berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Berikut beberapa problematika eksternal yang kadang kami hadapi:
1. Lingkup sekolah
Problematika dakwah yang kami hadapi di sekolah sebagai tempat dimana kami beraktivitas, antara lain:
a. Kurang kooperatifnya sebagian elemen yang ada di sekolah tersebut, mulai dari kepala sekolah, guru, karyawan, sampai ­­­­­­­­­­­­­­­sesama siswa. Hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
  • ADS yang ada belum menjalin silaturahim yang kokoh dengan elemen-elemen yang tersebut di atas. Padahal dengan bersilaturahim pintu-pintu kebaikan akan terbuka dengan lebar, hati manusia yang selama ini terkuncipun dapat terbuka lebar.
  • Kurang tersosialisasikannya program-program kerja rohis sehingga pihak sekolah kurang memahami kegiatan-kegiatan rohis yang sebenarnya, hal ini berdampak pada pemberian izin manakala rohis hendak mengadakan kegiatan.
  • Para pengurus rohis/ADS bersifat eksklusif, dimana para ADS hanya bersosialisasi dengan sesama ADS saja, para ADS hanya memberikan taushiyah atau nasihat kepada sesama ADS saja. Padahal hakikatnya Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin yaitu rahmat bagi seluruh alam beserta isinya. Begitu pun rohis beserta para ADSnya, seharusnya bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin dalam lingkup sekolah sehingga tidak hanya kalangan internal rohis yang merasakan keshalihan dalam diri para ADSnya tetapi seluruh elemen sekolah dapat merasakan keshalihan sosial ADS rohis (sholihun li ghoirihi).
b. Adanya ADK (Aktivis  Dakwah Kristen).
Keberadaan ADK di lingkungan sekolah saat ini bisa dibilang semakin hari semakin berkembang, hal ini tidak lain adalah semakin besarnya “kesadaran” dari kalangan non muslim bahwa aktivitas dakwah Islam di lingkungan sekolah juga semakin besar. Sehingga mereka dengan segala cara akan berusaha mengimbangi bahkan kalau bisa melampaui semua usaha yang dilakukan oleh para ADS. Secara jelas dalam Al Qur’an Allah mengingatkan kepada kita semua “Dan orang-orang Yahudi dan nasrani tidak akan rela kepadamu,  sebelum kamu mengikuti agama  mereka. Katakanlah, “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.”(Q.S. Al Baqoroh:120). Maka, seperti telah penulis sampaikan di awal, bahwa kami harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar jangan sampai keberadaan mereka di sekolah menjadi lebih mendominasi, dan kami akan berusaha dengan sebaik-baiknya dengan mengharapkan pertolongan dari Allah swt agar dakwah Islam dapat meraih kemenangan di sini, di dalam dakwah yang kami jalani saat ini, yaitu dakwah sekolah. Kami yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah akan menolong siapa saja yang menolong agamaNya agar tetap tegak di muka bumi ini.
2. Luar sekolah.
a. Alumni rohis.
Alumni rohis, merupakan salah satu elemen luar sekolah yang tidak bisa dilepaskan dari rohis itu sendiri. Mengapa? Karena alumni rohis memiliki beberapa karakteristik tersendiri yang antara lain:
1. Alumni rohis merupakan produk atau output yang dihasilkan dari pembinaan yang dilakukan secara intensif di sekolah. Oleh karena itu, pencitraan rohis sebuah sekolah terkadang dapat dilihat dari bagaimana alumni-alumni rohis sekolah tersebut memberikan kontribusinya baik untuk dirinya sendiri, orang lain, sekolah, maupun bagi masyarakat di sekelilingnya. Alumni rohis juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur sejauh mana keberhasilan pembinaan yang dilakukan oleh pengelola dakwah sekolah di sekolah tersebut. Setidaknya ketika pembinaan keislaman yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik, maka akan nampak dari sikap, tutur kata, maupun perbuatan yang dilakukan akan mencerminkan akhlaq-akhlaq yang islami, sebagaimana telah disampaikan oleh Imam Syahid Hasan Al Banna, tentang Syakhshiyah Islamiyah (Karakteristik pribadi Islam) yang sepuluh :
1)       Salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus)
2)       Shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar)
3)       Matinul khuluq (akhlaq yang kokoh)
4)       Qawiyyul jism (jasmani yang kuat)
5)       Mutsaqqaful fikr (wawasan yang luas)
6)       Mujahidun li nafsi (bersungguh-sungguh terhadap diri)
7)       Munazhom fii su’unihi (teratur dalam segala urusan)
8)       Haritsun ‘ala al waqtihi (disiplin waktu)
9)       Qadirun ‘ala al kasbihi (mandiri)
10)   Nafi’un li qhoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Di banyak sekolah dimana di dalamnya terdapat kegiatan rohis, biasanya juga sudah memiliki forum alumni rohis, forum alumni ini biasanya terbentuk sebagai wadah bagi setiap alumni rohis yang merasa terpanggil untuk turut serta dalam menumbuhkembangkan serta menjaga kelangsungan dakwah di tubuh almamaternya. Forum ini umumnya memiliki fungsi antara lain:
  1. sarana silaturahim antar alumni rohis agar selepas lulus, tidak kemudian lantas putus komunikasi, tapi tetap terjaga dengan baik, sehingga setiap informasi terkait dakwah sekolah masih dapat tersebar luaskan.
  2. mengambil bagian dalam menjaga kelangsungan proses pembinaan, dalam bentuk penyediaan SDM Pembina/ mentor, penyiapan system dan materi pembinaan, serta membantu penyiapan perangkat-perangkat lain yang dibutuhkan dalam dakwah sekolah.
  3. bekerja sama dengan elemen dakwah lain yang memiliki keterkaitan dengan dakwah sekolah.
  4. menyokong serta membantu kerja-kerja dakwah siswa anggota rohis
  5. menjadi salah satu sumber pendanaan, terutama bagi para alumni yang telah memiliki penghasilan sendiri.
  6. menjadi adviser/ penasehat/ memberi masukan dan saran yang berguna bagi peningkatan kualitas maupun kuantitas dakwah sekolah.
  7. Masyarakat.
Bagaimanapun sekolah termasuk semua elemen yang ada di dalamnya, merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Oleh karenanya sebagai aktivis dakwah sekolah, harus mampu meletakkan/ memposisikan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri, jangan sampai keberadaan aktivis dakwah dalam sebuah sekolah justru mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat sekitar, itulah sebabnya mengapa tidak jarang warga masyarakat yang justru antipati terhadap sosok seorang aktivis dakwah dikarenakan sikapnya yang terkesan eksklusif, tidak mau berbaur dengan masyarakat dikarenakan –kadang- disebabkan oleh keinginannya untuk menjaga dirinya dari pengaruh buruk, yang ada di masyarakat. Padahal sebagai seorang aktivis dakwah –sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw – harus mampu dan mau masuk ke tengah-tengah masyarakat agar dapat memberikan pencerahan dan mengajak mereka untuk hijrah menuju kesempurnaan Islam, tentunya dengan menjaga prinsip “Yakhtalutun wa lakin Yatamayyadzun” – berbaur tapi jangan sampai tercampur. Bukankah mukmin yang bergaul di tengah-tengah  manusia dan sabar atas keburukan mereka lebih baik ketimbang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atasnya. Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah mampu menjadi sebaik-baik manusia sedangkan ia tidak memberikan kemanfaatan bagi manusia lainnya, dan bagaimana mungkin ia mampu memberikan kemanfaatan jika ia tidak bergaul di tengah manusia dan mengetahui kesulitan yang dihadapi mereka.
b. Media massa.
Bagaimanapun media massa kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Media massa baik cetak maupun elektronik, mampu menjadi sarana yang cukup efektif dalam membentuk opini publik, karena dapat dengan mudah didapatkan. Saat ini pun musuh-musuh Islam menggunakan media massa sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan “Ghazwul Fikr”, melalui 3S1F(Song, Sport, Sex, Fashion) mereka berupaya merusak akhlaq dan aqidah para pemuda Islam, yang sayangnya dikarenakan minimnya pemahaman keislaman membuat para pemuda tersebut jatuh terperosok ke dalamnya. Oleh karena itu, para aktivis rohis memiliki peranan penting di dalam turut serta menjaga dan membentengi akhlaq para pemuda Islam, tentunya setelah terlebih dahulu mereka membentengi diri, agar jangan sampai mereka yang justru terjerumus ke lubang yang sama. Dan sudah seharusnya para aktivis dakwah sekolah, juga memiliki sarana media untuk mengantisipasi hal tersebut.

Selasa, 07 Desember 2010

Pedang Damaskus, Tertajam Di dunia

Oktober 1192.  Richard yang Berhati Singa, raja Inggris yang memimpin
tentara Kristen dalam  Perang Salib III, bertemu dengan musuh
bebuyutannya, pemimpin muslim Salahuddin  al-Ayyubi. Kedua pemimpin ini
saling menghormati. Kedua pemimpin yang kemudian  menjadi legenda itu,
demikian Sir Walter Scott mendramatisasi dalam novel The  Talisman,
memamerkan senjata masing-masing.

Richard mengeluarkan  pedang lebar mengkilap buatan empu terbaik daratan
Britania. Salahuddin  menghunus pedang kesayangannya. Pedang lengkung
buatan empu di Damaskus yang  tidak mengkilap. "Alih-alih, warnanya biru
pudar, dicercahi 10 juta garis,"  tulis Sir Scott. Mungkin pedang itu
mirip garis-garis pamor keris buatan  empu terbaik di Jawa.

Novel Sir Scott yang terbit dua abad silam itu  memastikan keampuhan
pedang Damaskus, salah satunya dipegang Salahuddin, menjadi  abadi.
Pedang itu sangat tajam. Saputangan sutra yang paling halus pun bisa
terbelah dua jika jatuh melayang di atas mata pedang. Selain itu,
senjata yang  dikenal sebagai pedang Damaskus itu sanggup membelah
pedang musuh atau batu  cadas paling keras tanpa berkurang ketajamannya.

Sayang, teknik membuat  pedang Damaskus yang muncul pada abad ke-8 sudah
punah. Tak ada satu empu pun  yang bisa membuatnya dalam dua abad
terakhir. Para ahli metalurgi bertanya-tanya  bagaimana para empu di
Damaskus bisa membuat pedang sekuat dan setajam itu. Soal  struktur
logam di dalamnya juga menjadi pertanyaan besar.

Baru pada zaman  sekarang jawabannya ditemukan di Jerman. Para empu di
Damaskus itu, secara tidak  sadar, menerapkan teknologi nano saat
membuat pedang untuk Salahuddin. Untuk  mengingatkan, nanotube itu bahan
yang 100 kali lebih kuat daripada baja.  Tidak aneh jika pedang Damaskus
begitu kuat.

Peter Paufler,  crystallographer di Universitas Teknik Dresden, Jerman,
menemukan kawat  nano dan nanotube saat meneliti pedang Damaskus yang
berusia empat abad  dengan mikroskop elektron. "Ini temuan nanotube
pertama di baja," kata  Paufler.

Serat nanotube itu menjelujur di seluruh badan pedang  yang terbuat dari
baja. Akibatnya, baja itu seperti mendapat tulang tambahan  yang 100
kali lebih kuat. "Ini prinsip umum alam," kata Paufler. "Zat yang lebih
lunak bisa diperkuat dengan menambah kawat yang kuat."

Ada kritik bahwa  mikroskop elektron itu terkontaminasi nanotube dari
tempat lain, seperti  yang dikutip Alex Zettl, ahli fisika dari
University of California, Berkeley.  Tapi Paufler, setelah mengakui
kemungkinan itu, mengatakan ia sudah menguji  dengan berbagai peralatan
berbeda. Hasilnya tetap sama: ada partikel  nano.

Para empu di Damaskus membuat pedang dengan bahan baku baja  lantakan
yang diimpor dari India. Baja mentah ini, di India disebut ukku  dan di
Barat dipanggil wootz, kualitasnya sangat bagus dan karbonnya  mencapai
1,5 persen atau sekitar 15 kali lipat dibanding baja tempat  lain.

Karbon ini biasanya dianggap kunci membuat pedang yang bagus. Tapi
campurannya harus pas, terlalu banyak membuat baja menjadi getas,
terlalu  sedikit membuat baja tidak bisa tajam. Jika prosesnya tidak
sempurna, bisa  muncul cementite, fase besi yang sangat rapuh meski
keras.

Paufler  menduga nanotube itu muncul saat baja lantakan India dibakar.
Karbon dari  kayu dan dedaunan untuk membakar membentuk menjadi
nanotube, terutama  dari batang Cassia auriculata dan daun Calotropis
gigantea. Selain  itu, pedang Damaskus memiliki unsur vanadium, kromium,
mangan, timah, nikel, dan  beberapa unsur lain yang terlacak sampai ke
tambang-tambang di India. Lewat  proses bakar dan tempa, nanotube itu
belakangan terisi cementite,  zat dari besi yang sangat kuat.

Teknik membuat pedang Damaskus mirip  dengan keris di Jawa, katana di
Jepang, atau pedang Viking di Eropa  Utara. Berbagai jenis lempeng besi
dan logam disatukan menjadi batangan. Setelah  dibakar dan ditempa,
logam baru itu akan menyatu. Proses ini diulangi setelah  menekuk logam
hasil tempaan dan diulangi terus-menerus.

Pukulan palu  berulang-ulang membuat serat-serat kawat nano itu mengarah
ke luar pedang.  Mungkin juga membuat partikel cementite yang lebih
besar tersusun  berlapis-lapis dengan baja yang lebih lunak tapi lentur.

Saat pedang  sudah berbentuk dan tinggal mempertajam, Paufler menduga
para empu Damaskus itu  merendamnya dengan air keras. Air keras itu
tidak hanya menciptakan alur logam  di badan pedang, tapi juga
mempertajam.

Nah, menurut dugaan Paufler, air  keras itu memang melumerkan logam.
Tapi nanotube dari karbon dan  cementite di dalamnya tetap bertahan
sehingga membuat mereka seperti mata  gergaji yang sangat lembut. Pedang
pun menjadi sangat tajam dengan kekuatan 100  kali baja, persis seperti
yang dipegang Salahuddin al-Ayyubi.

Source: Tempo Interaktif

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2007/01/09/brk,20070109-90897,id\
.html