ULIL ALBAB

"Dakwah akan terus berjalan dengan ada maupun adanya kita,bila tidak bersama kita dakwah akan bersama yang lain, jika engkau tidak bersama dakwah engkau bersama siapa?"

Selasa, 07 Desember 2010

Pedang Damaskus, Tertajam Di dunia

Oktober 1192.  Richard yang Berhati Singa, raja Inggris yang memimpin
tentara Kristen dalam  Perang Salib III, bertemu dengan musuh
bebuyutannya, pemimpin muslim Salahuddin  al-Ayyubi. Kedua pemimpin ini
saling menghormati. Kedua pemimpin yang kemudian  menjadi legenda itu,
demikian Sir Walter Scott mendramatisasi dalam novel The  Talisman,
memamerkan senjata masing-masing.

Richard mengeluarkan  pedang lebar mengkilap buatan empu terbaik daratan
Britania. Salahuddin  menghunus pedang kesayangannya. Pedang lengkung
buatan empu di Damaskus yang  tidak mengkilap. "Alih-alih, warnanya biru
pudar, dicercahi 10 juta garis,"  tulis Sir Scott. Mungkin pedang itu
mirip garis-garis pamor keris buatan  empu terbaik di Jawa.

Novel Sir Scott yang terbit dua abad silam itu  memastikan keampuhan
pedang Damaskus, salah satunya dipegang Salahuddin, menjadi  abadi.
Pedang itu sangat tajam. Saputangan sutra yang paling halus pun bisa
terbelah dua jika jatuh melayang di atas mata pedang. Selain itu,
senjata yang  dikenal sebagai pedang Damaskus itu sanggup membelah
pedang musuh atau batu  cadas paling keras tanpa berkurang ketajamannya.

Sayang, teknik membuat  pedang Damaskus yang muncul pada abad ke-8 sudah
punah. Tak ada satu empu pun  yang bisa membuatnya dalam dua abad
terakhir. Para ahli metalurgi bertanya-tanya  bagaimana para empu di
Damaskus bisa membuat pedang sekuat dan setajam itu. Soal  struktur
logam di dalamnya juga menjadi pertanyaan besar.

Baru pada zaman  sekarang jawabannya ditemukan di Jerman. Para empu di
Damaskus itu, secara tidak  sadar, menerapkan teknologi nano saat
membuat pedang untuk Salahuddin. Untuk  mengingatkan, nanotube itu bahan
yang 100 kali lebih kuat daripada baja.  Tidak aneh jika pedang Damaskus
begitu kuat.

Peter Paufler,  crystallographer di Universitas Teknik Dresden, Jerman,
menemukan kawat  nano dan nanotube saat meneliti pedang Damaskus yang
berusia empat abad  dengan mikroskop elektron. "Ini temuan nanotube
pertama di baja," kata  Paufler.

Serat nanotube itu menjelujur di seluruh badan pedang  yang terbuat dari
baja. Akibatnya, baja itu seperti mendapat tulang tambahan  yang 100
kali lebih kuat. "Ini prinsip umum alam," kata Paufler. "Zat yang lebih
lunak bisa diperkuat dengan menambah kawat yang kuat."

Ada kritik bahwa  mikroskop elektron itu terkontaminasi nanotube dari
tempat lain, seperti  yang dikutip Alex Zettl, ahli fisika dari
University of California, Berkeley.  Tapi Paufler, setelah mengakui
kemungkinan itu, mengatakan ia sudah menguji  dengan berbagai peralatan
berbeda. Hasilnya tetap sama: ada partikel  nano.

Para empu di Damaskus membuat pedang dengan bahan baku baja  lantakan
yang diimpor dari India. Baja mentah ini, di India disebut ukku  dan di
Barat dipanggil wootz, kualitasnya sangat bagus dan karbonnya  mencapai
1,5 persen atau sekitar 15 kali lipat dibanding baja tempat  lain.

Karbon ini biasanya dianggap kunci membuat pedang yang bagus. Tapi
campurannya harus pas, terlalu banyak membuat baja menjadi getas,
terlalu  sedikit membuat baja tidak bisa tajam. Jika prosesnya tidak
sempurna, bisa  muncul cementite, fase besi yang sangat rapuh meski
keras.

Paufler  menduga nanotube itu muncul saat baja lantakan India dibakar.
Karbon dari  kayu dan dedaunan untuk membakar membentuk menjadi
nanotube, terutama  dari batang Cassia auriculata dan daun Calotropis
gigantea. Selain  itu, pedang Damaskus memiliki unsur vanadium, kromium,
mangan, timah, nikel, dan  beberapa unsur lain yang terlacak sampai ke
tambang-tambang di India. Lewat  proses bakar dan tempa, nanotube itu
belakangan terisi cementite,  zat dari besi yang sangat kuat.

Teknik membuat pedang Damaskus mirip  dengan keris di Jawa, katana di
Jepang, atau pedang Viking di Eropa  Utara. Berbagai jenis lempeng besi
dan logam disatukan menjadi batangan. Setelah  dibakar dan ditempa,
logam baru itu akan menyatu. Proses ini diulangi setelah  menekuk logam
hasil tempaan dan diulangi terus-menerus.

Pukulan palu  berulang-ulang membuat serat-serat kawat nano itu mengarah
ke luar pedang.  Mungkin juga membuat partikel cementite yang lebih
besar tersusun  berlapis-lapis dengan baja yang lebih lunak tapi lentur.

Saat pedang  sudah berbentuk dan tinggal mempertajam, Paufler menduga
para empu Damaskus itu  merendamnya dengan air keras. Air keras itu
tidak hanya menciptakan alur logam  di badan pedang, tapi juga
mempertajam.

Nah, menurut dugaan Paufler, air  keras itu memang melumerkan logam.
Tapi nanotube dari karbon dan  cementite di dalamnya tetap bertahan
sehingga membuat mereka seperti mata  gergaji yang sangat lembut. Pedang
pun menjadi sangat tajam dengan kekuatan 100  kali baja, persis seperti
yang dipegang Salahuddin al-Ayyubi.

Source: Tempo Interaktif

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2007/01/09/brk,20070109-90897,id\
.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar