ULIL ALBAB

"Dakwah akan terus berjalan dengan ada maupun adanya kita,bila tidak bersama kita dakwah akan bersama yang lain, jika engkau tidak bersama dakwah engkau bersama siapa?"

Selasa, 07 Desember 2010

Pedang Damaskus, Tertajam Di dunia

Oktober 1192.  Richard yang Berhati Singa, raja Inggris yang memimpin
tentara Kristen dalam  Perang Salib III, bertemu dengan musuh
bebuyutannya, pemimpin muslim Salahuddin  al-Ayyubi. Kedua pemimpin ini
saling menghormati. Kedua pemimpin yang kemudian  menjadi legenda itu,
demikian Sir Walter Scott mendramatisasi dalam novel The  Talisman,
memamerkan senjata masing-masing.

Richard mengeluarkan  pedang lebar mengkilap buatan empu terbaik daratan
Britania. Salahuddin  menghunus pedang kesayangannya. Pedang lengkung
buatan empu di Damaskus yang  tidak mengkilap. "Alih-alih, warnanya biru
pudar, dicercahi 10 juta garis,"  tulis Sir Scott. Mungkin pedang itu
mirip garis-garis pamor keris buatan  empu terbaik di Jawa.

Novel Sir Scott yang terbit dua abad silam itu  memastikan keampuhan
pedang Damaskus, salah satunya dipegang Salahuddin, menjadi  abadi.
Pedang itu sangat tajam. Saputangan sutra yang paling halus pun bisa
terbelah dua jika jatuh melayang di atas mata pedang. Selain itu,
senjata yang  dikenal sebagai pedang Damaskus itu sanggup membelah
pedang musuh atau batu  cadas paling keras tanpa berkurang ketajamannya.

Sayang, teknik membuat  pedang Damaskus yang muncul pada abad ke-8 sudah
punah. Tak ada satu empu pun  yang bisa membuatnya dalam dua abad
terakhir. Para ahli metalurgi bertanya-tanya  bagaimana para empu di
Damaskus bisa membuat pedang sekuat dan setajam itu. Soal  struktur
logam di dalamnya juga menjadi pertanyaan besar.

Baru pada zaman  sekarang jawabannya ditemukan di Jerman. Para empu di
Damaskus itu, secara tidak  sadar, menerapkan teknologi nano saat
membuat pedang untuk Salahuddin. Untuk  mengingatkan, nanotube itu bahan
yang 100 kali lebih kuat daripada baja.  Tidak aneh jika pedang Damaskus
begitu kuat.

Peter Paufler,  crystallographer di Universitas Teknik Dresden, Jerman,
menemukan kawat  nano dan nanotube saat meneliti pedang Damaskus yang
berusia empat abad  dengan mikroskop elektron. "Ini temuan nanotube
pertama di baja," kata  Paufler.

Serat nanotube itu menjelujur di seluruh badan pedang  yang terbuat dari
baja. Akibatnya, baja itu seperti mendapat tulang tambahan  yang 100
kali lebih kuat. "Ini prinsip umum alam," kata Paufler. "Zat yang lebih
lunak bisa diperkuat dengan menambah kawat yang kuat."

Ada kritik bahwa  mikroskop elektron itu terkontaminasi nanotube dari
tempat lain, seperti  yang dikutip Alex Zettl, ahli fisika dari
University of California, Berkeley.  Tapi Paufler, setelah mengakui
kemungkinan itu, mengatakan ia sudah menguji  dengan berbagai peralatan
berbeda. Hasilnya tetap sama: ada partikel  nano.

Para empu di Damaskus membuat pedang dengan bahan baku baja  lantakan
yang diimpor dari India. Baja mentah ini, di India disebut ukku  dan di
Barat dipanggil wootz, kualitasnya sangat bagus dan karbonnya  mencapai
1,5 persen atau sekitar 15 kali lipat dibanding baja tempat  lain.

Karbon ini biasanya dianggap kunci membuat pedang yang bagus. Tapi
campurannya harus pas, terlalu banyak membuat baja menjadi getas,
terlalu  sedikit membuat baja tidak bisa tajam. Jika prosesnya tidak
sempurna, bisa  muncul cementite, fase besi yang sangat rapuh meski
keras.

Paufler  menduga nanotube itu muncul saat baja lantakan India dibakar.
Karbon dari  kayu dan dedaunan untuk membakar membentuk menjadi
nanotube, terutama  dari batang Cassia auriculata dan daun Calotropis
gigantea. Selain  itu, pedang Damaskus memiliki unsur vanadium, kromium,
mangan, timah, nikel, dan  beberapa unsur lain yang terlacak sampai ke
tambang-tambang di India. Lewat  proses bakar dan tempa, nanotube itu
belakangan terisi cementite,  zat dari besi yang sangat kuat.

Teknik membuat pedang Damaskus mirip  dengan keris di Jawa, katana di
Jepang, atau pedang Viking di Eropa  Utara. Berbagai jenis lempeng besi
dan logam disatukan menjadi batangan. Setelah  dibakar dan ditempa,
logam baru itu akan menyatu. Proses ini diulangi setelah  menekuk logam
hasil tempaan dan diulangi terus-menerus.

Pukulan palu  berulang-ulang membuat serat-serat kawat nano itu mengarah
ke luar pedang.  Mungkin juga membuat partikel cementite yang lebih
besar tersusun  berlapis-lapis dengan baja yang lebih lunak tapi lentur.

Saat pedang  sudah berbentuk dan tinggal mempertajam, Paufler menduga
para empu Damaskus itu  merendamnya dengan air keras. Air keras itu
tidak hanya menciptakan alur logam  di badan pedang, tapi juga
mempertajam.

Nah, menurut dugaan Paufler, air  keras itu memang melumerkan logam.
Tapi nanotube dari karbon dan  cementite di dalamnya tetap bertahan
sehingga membuat mereka seperti mata  gergaji yang sangat lembut. Pedang
pun menjadi sangat tajam dengan kekuatan 100  kali baja, persis seperti
yang dipegang Salahuddin al-Ayyubi.

Source: Tempo Interaktif

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2007/01/09/brk,20070109-90897,id\
.html

Sabtu, 04 Desember 2010

Merumuskan Kandungan Terminologi: Syarat Pemahaman Bersama dan Dialog 1)


DIALOG ini berkisar tentang tujuan-tujuan umum syari'ah: sebuah telaah baru. Satu tawaran baru peninjauan ulang terhadap tujuan-tujuan umum syari'ah dengan pertimbangan bahwa kajian para ulama klasik di bidang Ushul Fiqih telah membatasi tujuan-tujuan syari'ah Islam hanya ada lima tujuan umum (al-Maqasid al-Kulliyah al-Khams li as-Syari'ah) yaitu: melindungi jiwa, agama, akal, kehormatan dan harta. Apa yang ditawarkan oleh Dr. Nashr --setelah mengkaji ulang terhadap teks-teks agama tidak dengan menambahkan tujuan dan prinsip-prinsip umum baru pada kelima tujuan ini -- seperti halnya yang ditawarkan oleh Syeikh Thahir bin Asyur ketika menambahkan tujuan kebebasan (al-Hurriyyah), melainkan ia menawarkan penggantian dengan "tiga prinsip umum" saja, yaitu akal (aql), kebebasan (al-Hurriyah), dan keadilan (al-Adalah), sebagai satu kesatuan konsep-konsep yang saling berkaitan erat, dari satu sisi, dan ia mencakup kelima tujuan syari'ah yang diletakkan oleh para ulama ushul fiqih dari sisi yang lain. Sebab kelima tujuan syari'ah yang diletakkan oleh mereka itu -- dimata Dr. Nashr -- bukanlah prinsip prinsip umun (al-mabadi' al-kulliyah) melainkan menurutnya bersifat partikular (juz'i) sebab melindungi jiwa, akal, agama, kehormatan, dan harta, tampak merupakan partikular jika dilihat dari ketiga prinsip umum yang ditawarkan Dr. Nashr. Oleh sebab itu, kelima tujuan syari'ah yang ada dapat dimasukkan kedalam ketiga prinsip tersebut sebagai partikular kedalam prinsip umum.
Jika urgensi masalah dan kisaran topik pembicaraan di antara obyek-obyek pemikiran Islam menuntut penanganan dialog rasional yang sehat seputar permasalahan-permasalahan yang ada, maka penulis lebih memilih -- untuk metode dialog -- dengan kerangka pemikiran yang bertolak dari beberapa catatan:
Catatan pertama, yang berkaitan dengan hal-hal yang dipicu oleh perbincangan ini, dan berbagai tulisan dalam kehidupan pemikiran modern -- berupa kenyataan bahwa kita menghadapi kekacauan pengertian terminologi-terminologi yang ditimbulkan oleh interaksi dengan peradaban barat. Dalam terminologi -- satu wadah -- pada saat dialog antara pemilik "terminologi asli secara turun-temurun" dan pemilik "terminologi asing" dilakukan, kita berada di hadapan konsep-konsep yang berbeda dan bahkan seringkali kontradiktif, dikemas dan disajikan dalam satu wadah. Terminologi ini merupakan masalah yang membuat banyak dialog kita menjadi dialog-dialog serampangan tanpa kita sadari, bahkan tanpa ujung dari para pelaku yang terlibat dalam dialog itu. Oleh karenanya, kita dituntut terlebih dahulu memberi batasan dan merumuskan konsep-konsep serta pengertian yang kita maksud dalam penggunaan terminologi ketika sedang mengadakan dialog. Kita menggunakan terminologi-terminologi yang pengertiannya mewakili wilayah-wilayah dialog dan kadang-kadang wilayah konflik. Sebagai contoh:
1. Dr. Nashr menawarkan prinsip akal atau daya nalar untuk menjadi salah satu dari tiga prinsip umum dan tujuan syari'ah. Disana tidak ada seorang Muslim.
Apakah akal adalah organ anatomis yang gerakannya menghasilkan buah pikiran sebagaimana yang dipahami oleh penganut materialisme? Ataukah ia "inti murni" yang bersifat abstrak sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar filosuf klasik? Ataukah ia adalah potensi rabbaniah yang lembut yang berkaitan dengan hati, esensi terdalam dari diri manusia? Sehingga sesuai dengan pembatasan pengertian akal, terbatas pula pengertian intelektualitas dan daya nalar. Sebab disana ada intelektualitas pencerahan Barat yang memiliki moto: "Tidak ada otoritas terhadap akal kecuali otoritas akal itu sendiri." Dengan demikian intelektualitas Barat menolak otoritas wahyu terhadap intelektualitas manusia, disamping memandang terhadap akal dan empirisme sebagai jalan pengetahuan yang dapat diandalkan kebenarannya dan patut dihormati. Sementara disana juga terdapat intelektualitas berwawasan iman yang tumbuh dalam ilmu Tauhid -- teologi Islam -- untuk menegaskan kebenaran agama dan tidak untuk menentangnya. Intelektualitas inilah yang menggabungkan antara kebenaran tekstual (an-naql) dengan akal ('aql) dan akal tunduk pada teks agama, dengan keyakinan bahwa intelektualitas manusia mempunyai keterbatasan daya jangkau dan pengetahuan yang diperolehnya bersifat nisbi (relative). Sedangkan kebenaran tekstual (an-naql) adalah berita dari yang Maha Memiliki pengetahuan mutlak dan universal, di mana akal saja tidak dapat menjangkaunya. Intelektualitas imaniah ini, setelah "wahyu" dipadukan dengan "alam" ciptaan-Nya dalam sumber pengetahuan, menjadikan jalan pengetahuan ada empat petunjuk, yaitu: akal, teks agama (nash), pengalaman indrawi, dan intuisi.
Maka jalan pengetahuan tidak hanya berhenti pada akal dan pengalaman empiris saja, sebagaimana intelektualitas yang diciptakan oleh akal pencerahan Barat: mundane dan materialistis. Lalu akal yang mana dan intelektualitas yang mana yang dibicarakan? Apakah intelektualitas yang menyingkirkan syari'ah dan akal yang mengabdi untuk akal itu sendiri, ataukah intelektualitas yang memadukan antara syari'ah dan hikmah -- menurut ungkapan Ibnu Rusyd -- intelektualitas yang dimiliki Imam Ghazali yang telah mencapai posisi puncak yang diungkapkan dengan kata-katanya: "Sesungguhnya Ahli Sunnah telah membuktikan bahwa tidak ada pertentangan antara aturan tekstual dan kebenaran akal. Mereka memahami bahwa orang yang beranggapan adanya keharusan bersikap jumud pada yang ada secara buta serta mengikuti hal-hal yang bersifat lahiriah saja, adalah karena lemah akalnya dan tumpul mata hatinya. Barangsiapa memasuki olah akal hingga melanggar ketentuan-ketentuan syari'ah, maka mereka melakukan itu karena keburukan mata hati mereka. Kecenderungan golongan yang pertama berlebihan dalam memandang kecil peran akal, sedangkan golongan kedua berlebihan dalam memandang besar peran akal, keduanya jauh dari sikap teliti dan hati-hati. Perumpamaan akal adalah laksana mata hati yang terhindar dari berbagai cacat dan keburukan, dan perumpamaan al-Qur'an (wahyu) adalah laksana matahari yang cahayanya tersebar ke segala arah. Orang yang berpaling dari akal dan cukup dengan cahaya al-Qur'an ibarat orang yang menatap sinar Matahari yang membuat dia menutup kelopak matanya, maka tidak ada bedanya antara dia dan orang buta. Akal yang berpadu dengan syara' adalah cahaya di atas cahaya.” 2)
Jadi, tentang akal yang mana dan intelektualitas yang mana kita berbicara? Yang pertama kali dituntut adalah perumusan muatan terminologi, agar kita mengetahui, apakah intelektualitas ini adalah hal-hal yang dimaksud dalam filsafat- filsafat yang berdiri di atas puing-puing syari'ah? Ataukah ia adalah tujuan dan prinsip-prinsip umum syari'ah Islam?

2. Pembicaraan Dr. Nashr tentang kebebasan (al-Hurriyyah) yang dipandang sebagai prinsip umum kedua dalam tujuan syari'ah -- tidak ada perselisihan pendapat tentang prinsip ini -- bahkan sebagaimana disinggung terdahulu. Syaikh Thahir bin Asyur telah menambahkan "tujuan kebebasan" kedalam lima tujuan syari'ah yang ada, akan tetapi disana masih tetap dibutuhkan untuk merumuskan apa yang dimaksudkan dengan muatan dan pengertian "kebebasan."
Jika kata "kebebasan" adalah lawan dari "penghambaan" ('ubudiyyah), maka di sini harus ada pembatasan: kebebasan siapa? Dalam menghadapkan penghambaan kepada siapa? Bagi orang mukmin, penghambaan dengan penuh kerendahan kepada Allah merupakan puncak kebebasan. Kebebasan dalam pengertian ini bertolak belakang dengan yang dipahami oleh para penganut filsafat materialisme. Manusia mukmin tidak memandang hak-hak Allah dalam sikap 'iffah (menahan diri dari hal-hal yang tidak halal) adanya ikatan-ikatan yang mengurangi kebebasannya, sedangkan orang yang tidak beriman memandang dalam sikap 'iffah sebagai penghambaan, lalu mereka mengangkat slogan kebebasan seksual sebagaimana yang terjadi di sebagian masyarakat modern.
Sementara orang beriman memandang terhadap hawa nafsu dan kecenderungan pada hal-hal yang diharamkan sebagai ikatan terhadap kebebasan dan penghambaan terhadap akal dan jiwanya. Sebaliknya orang yang tidak beriman memandangnya sebagai pencapaian berbagai kebebasan manusia yang dicapai melalui partai
partai dan diperjuangkan melalui berbagai revolusi. Muslim memandang kebebasannya sebagai kebebasan manusia yang mendapat tugas khilafah dari Allah dalam memakmurkan bumi, yaitu kebebasan yang dikendalikan dan dibatasi dengan batasan-batasan Allah. Hak-hak asasi manusia ini juga dibatasi dengan hak-hak Allah yang mewakili butir-butir akad dan janji kekhalifahan manusia. Sedangkan manusia yang menganut faham materialisme memandang kebebasan manusia sebagai "penguasa alam", maka tidak ada pembatasan dan tidak ada ikatan terhadap kebebasannya kecuali batas-batas kebebasan dan memilih, seperti halnya tidak ada otoritas terhadap akalnya kecuali otoritas milik akalnya itu sendiri. Manusia Muslim di pihak lain, sebagai khalifah Allah adalah "tuan di muka bumi" bukan "tuan pemilik bumi" yang menurut ungkapan Muhammad Abduh: "Ia adalah seorang hamba Allah dan tuan segala sesuatu setelah Dia."
Jadi, masalahnya bukanlah kesepakatan untuk mengadopsi terminologi kebebasan dan menolak terminologi penghambaan, melainkan masalahnya adalah perumusan dan pembatasan kandungan pengertian terminologi tersebut agar kita tidak hidup dalam bayangan mitos satu umat yang mempunyai satu kebudayaan tertentu tetapi dalam kenyataan kita adalah dua umat dan dua kebudayaan.
Catatan kedua, sebagaimana dikatakan Dr. Nashr bahwa akal adalah pusat skema (masyru’) Islam. Padahal yang benar bahwa akal dalam skema Islam -- yang merupakan salah satu dari empat petunjuk yang ada -- adalah jalan menuju pengetahuan dalam Islam: akal, wahyu, pengalaman indrawi (empiris), dan intuisi. Inilah yang membuatnya menjadi akal yang beriman, sebab tidak hanya akal sendiri yang menghasilkan pengetahuan, melainkan satu bagian dari keseluruhan yang menghasilkan pengetahuan dalam teori pengetahuan Islam.
 Sedangkan pusat skema Islam adalah:
1) tauhid dzat ilahiah tentang dzat, sifat, penciptaan, perbuatan, pengurusan, pemeliharaan dan lain sebagainya;
2) amanat kekhalifahan llahi kepada manusia dalam memakmurkan bumi.
Inilah konsep Islam yang universal yang mencakup skema (masyru’) Islam dalam hubungan antara Sang Pencipta, alam dan manusia: Allah Yang Maha Esa dan alam ciptaan-Nya ini dijalankan melalui hukum sebab musabab (sunnatullah fi al-kaun) yang mana hukum sebab musabab (causal law) ini juga adalah ciptaan-Nya yang lain. Dan manusia, sebagai pengemban amanat khilafah dari Allah, telah disediakan baginya alam ini dan dibuat tunduk kepadanya agar membantu melaksanakan amanat kekhalifahan dalam memakmurkan bumi sesuai dengan akad perjanjian kekhalifahan, yaitu hal yang memberi setiap pengertian terminologi -- di antaranya intelektualitas, kebebasan dan keadilan -- karakter Islam yang berbeda dengan teori-teori yang ada dalam berbagai filsafat serta pemikiran lain. Inilah fokus skema Islam dan proses konsep Islam dimana akal adalah salah satu di antara petunjuk-petunjuk (hidayah) yang ada, bukan fokus skema itu sendiri.
Catatan ketiga, sebagaimana dikatakan Dr.Nashr bahwa hukum sejarah adalah hukum-hukum yang merupakan aturan-aturan umum yang diungkapkan oleh al-Qur'an dengan terminologi sunnatullah yang tidak ditemukan penggantinya. Dari sini lalu muncul pertanyaan: Jika al-Qur'an menamakan hukum-hukum dan aturan-aturan itu dengan sunnatullah mengapa lalu diganti dengan istilah hukum-hukum sejarah? Hukum-hukum itu dalam al-Qur'an dinisbahkan secara posesif (idhafah) kepada pelakunya, sebagaimana ditemukan dalam berbagai ayat berikut:
"Sebagaimana sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang terdahulu sebelum kamu, dan sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. " (al-Ahzab: 62)
"Itulah sunnah Allah yang telah berlaku atas hamba-hamba-Nya. Dan diwaktu itu binasalah orang-orang kafir." (al-Mu'min: 85)
"Maka sekali-kali tidak pula akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu." (Faathir: 43)
Yang mengherankan, mengapa kata sunnah itu dinisbahkan secara posesif kepada sejarah, tidak kepada Allah? Padahal, sejarah adalah kata keterangan dari sunnah itu, tempat dan konteksnya, bukan pelaku hukum-hukum dan aturan-aturan (sunnah) itu.
Ini satu problem dalam pengungkapan, yang seringkali tidak dimaksudkan, tetapi menimbulkan masalah kerancuan akibat dari adanya pemahaman-pemahaman materialistik yang masuk kedalam kebudayaan imaniah Islam, seperti ungkapan: "Materi tidak dapat habis dan tidak dapat diperbarui." Sementara orang-orang Mesir kuno membuat konsep tauhid sebelum mereka mengenal agama-agama. Padahal iman mengajarkan kepada kita bahwa kemanusiaan telah dimulai dengan nubuwwah dan tauhid, dan begitu seterusnya. Manusia dalam pandangan Islam membuat sejarah sesuai dengan sunnatullah. Seandainya hukum-hukum dan aturan-aturan Allah yang tidak dapat diganti itu adalah hukum sejarah, maka tentu bukanlah kapasitas manusia untuk membuat sejarah ini, sebab ia akan menjadi hamba bagi hukum-hukum sejarah yang tidak mungkin dapat ia ubah dan ia ganti.
Catatan keempat, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Nashr bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap aqidah dan agama kita dari metodologi ilmu-ilmu humanoria yang canggih, melainkan yang patut dikhawatirkan adalah kemandegan (jumud) dan taklid yang merupakan benteng pertahanan dalam lembaga-lembaga tradisional. Menurut hemat penulis, bahwa kekhawatiran itu sepatutnya dari taklid dan jumud, dari warna dan sumbernya:
1) Taklid kepada pengalaman para pendahulu kita dan metodologi mereka dan berhenti hanya sampai disana.
2) Taklid kepada pengalaman peradaban orang lain; metodologi ilmu-ilmu kemanusiaan dan konsep-konsep filsafat yang ada pada peradaban lain; kejumudan dan berhenti padanya.
Langkah awal yang harus disepakati; atau membuang titik perbedaan didalamnya dengan mendialogkannya adalah bahwa:
1) Kita mempunyai peradaban yang berbeda dengan memberi batasan domain perbedaannya, karakternya, rambu-rambunya, yaitu domain dan rambu-rambu -- kerangka dasar peradaban Islam -- yang merupakan identitas yang menjaga keutuhan peradaban itu serta menjamin keislamannya dalam rentang waktu dan perbedaan tempat.
2) Perbedaan sifat peradaban ini menjadi standar penerimaan atau penolakan dari tradisi pemikiran Islam dan dari tradisi pemikiran peradaban lain.
3) Pembaruan adalah sunnah dan aturan abadi, yang mana "Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seorang mujaddid (pembaru) yang memperbarui urusan agamanya." (Abu Daud)
Ijtihad merupakan kewajiban abadi: tajdid dan ijtihad, dan cara untuk mengembangkan keselarasan pemikiran Islam yang unik dari dalam. Bahwa warna tajdid ini -- pengembangan dari dalam keserasian -- berbeda dan bertolak belakang dengan kejumudan pada tradisi para pendahulu kita, berbeda dan bertolak belakang dengan inovasi yang menolak pilar-pilar substansial dan menyingkirkan dasar-dasar, dan sumber-sumber syari’ah. Jadi yang disebut modern bukanlah modernitas menurut epistemologi Barat, melainkan modern dalam arti interaksi kita dengan masa sekarang tetapi tidak mencampakkan identitas yang kita miliki: modernitas yang bersumber dari epistemologi Islam yang berbeda dengan pohon filsafat Barat.
Terminologi tentang kemajuan mempunyai banyak pengertian, dan di sisi lain peradaban mempunyai pandangan yang berbeda. Pandangan Islam tentang kemajuan (progress), berbeda dengan pandangan sufisme (mysticism) yang berupaya mencapai kefanaan makhluk dalam diri al-Khaliq dan berbeda pula dengan pandangan paham materialisme yang menempatkan manusia di atas arsy Tuhan. Oleh sebab itu, tugas skema Islam bukan "menumpang wadah" tanpa mempertimbangkan substansi, melainkan kebangkitan untuk mengarah pada satu peradaban sendiri yang menjadi model dimana manusia benar-benar melaksanakan fungsi sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Jika problema paling parah yang dihadapi sekarang oleh umat Islam adalah kemiskinan di bidang kreatifitas ilmiah dan ketenggelaman pada tradisi taklid, maka kreatifitas ilmiah ini akan tetap tidak muncul dalam kehidupan selagi masih belum disepakati bahwa umat Islam adalah pemilik satu peradaban yang memiliki karakter tersendiri. Jika tidak demikian halnya, maka apa kepentingan kaum Muslimin pada penemuan dan kreatifitas ilmiah itu sementara "model yang ditawarkan" telah siap dikemas dan disajikan dari pihak lain?!
Catatan kelima, adalah tentang klaim Dr. Nashr bahwa ketiga prinsip umum yang ia tawarkan untuk dijadikan tujuan-tujuan syari'ah yaitu: intelektualitas, kebebasan, dan keadilan yang ia pandang sebagai prinsip-prinsip umum. Sedangkan kelima prinsip umum yang dirumuskan oleh para ulama klasik mengenai tujuan-tujuan syari'ah dan menurut syaikh Thahir bin Asyur ada enam setelah menambah dengan satu prinsip lagi yaitu: memelihara agama, akal, jiwa, kehormatan, harta, dan kebebasan, ini semua dipandang sebagai prinsip parsial (juz'iyyah) bukan general (kulliyyah) dan dapat dimasukkan kedalam sub prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh Dr. Nashr.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah benar demikian? Ataukah sebaliknya yang benar? Jika ditelaah, tujuan-tujuan syari'ah sebagaimana dirumuskan oleh para ulama ushul fiqh dan jika kita mencurahkan daya pemikiran kita pada dimensi-dimensinya yang sebenarnya, yang merupakan dimensi yang pintu dan medannya terbuka di hadapan ijtihad Islam, maka kita akan berada pada satu pola universal yang mencakup pilar-pilar substantif dan keharusan komunitas manusia, yang mana tanpa pilar dan keharusan tersebut peradaban dan 'umran umat manusia tidak akan tegak pada jalan fitrah yang suci.
Asas memelihara jiwa manusia, yang merupakan salah satu tujuan syari'ah kedua, adalah ungkapan tentang esensi kemanusiaan manusia yang berbeda dengan makhluk-makhluk lain ketika diberi beban taklif (amanat syari'ah) secara opsional yang mengacu pada tanggungjawab, hisab (perhitungan amal) dan balasan baik buruk (jaza').
Asas memelihara kebebasan (hurriyyah), yang merupakan tujuan ketiga yang ditambahkan oleh Syaikh Thahir, merupakan ungkapan tentang amanat yang dipikul oleh manusia dalam fungsinya sebagai khalifah, setelah semua makhluk Allah enggan memikulnya. Dalam kerangka dan batas- batas kebebasan itu tercermin visi Islam yang dikemukakan oleh konsep tentang kekhalifahan dan tugas khalifah manusia sebagai makhluk pilihan.
Asas memelihara kehormatan dan keturunan, yang merupakan tujuan keempat adalah ungkapan tentang pilar bangunan keluarga, yaitu komponen pokok dalam wujud bangsa dan ummat. (mysticism) yang berupaya mencapai kefanaan makhluk dalam diri al-Khaliq dan berbeda pula dengan pandangan paham materialisme yang menempatkan manusia di atas arsy Tuhan. Oleh sebab itu, tugas skema Islam bukan "menumpang wadah" tanpa mempertimbangkan substansi, melainkan kebangkitan untuk mengarah pada satu peradaban sendiri yang menjadi model dimana manusia benar-benar melaksanakan fungsi sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Jika problema paling parah yang dihadapi sekarang oleh umat Islam adalah kemiskinan di bidang kreatifitas ilmiah dan ketenggelaman pada tradisi taklid, maka kreatifitas ilmiah ini akan tetap tidak muncul dalam kehidupan selagi masih belum disepakati bahwa umat Islam adalah pemilik satu peradaban yang memiliki karakter tersendiri. Jika tidak demikian halnya, maka apa kepentingan kaum Muslimin pada penemuan dan kreatifitas ilmiah itu sementara "model yang ditawarkan" telah siap dikemas dan disajikan dari pihak lain?!
Catatan kelima, adalah tentang klaim Dr. Nashr bahwa ketiga prinsip umum yang ia tawarkan untuk dijadikan tujuan-tujuan syari'ah yaitu: intelektualitas, kebebasan, dan keadilan yang ia pandang sebagai prinsip-prinsip umum. Sedangkan kelima prinsip umum yang dirumuskan oleh para ulama klasik mengenai tujuan-tujuan syari'ah dan menurut syaikh Thahir bin Asyur ada enam setelah menambah dengan satu prinsip lagi yaitu: memelihara agama, akal, jiwa, kehormatan, harta, dan kebebasan, ini semua dipandang sebagai prinsip parsial (juz'iyyah) bukan general (kulliyyah) dan dapat dimasukkan kedalam sub prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh Dr. Nashr.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah benar demikian? Ataukah sebaliknya yang benar? Jika ditelaah, tujuan-tujuan syari'ah sebagaimana dirumuskan oleh para ulama ushul fiqh dan jika kita mencurahkan daya pemikiran kita pada dimensi-dimensinya yang sebenarnya, yang merupakan dimensi yang pintu dan medannya terbuka di hadapan ijtihad Islam, maka kita akan berada pada satu pola universal yang mencakup pilar-pilar substantif dan keharusan komunitas manusia, yang mana tanpa pilar dan keharusan tersebut peradaban dan 'umran umat manusia tidak akan tegak pada jalan fitrah yang suci.
Asas memelihara jiwa manusia, yang merupakan salah satu tujuan syari'ah kedua, adalah ungkapan tentang esensi kemanusiaan manusia yang berbeda dengan makhluk-makhluk lain ketika diberi beban taklif (amanat syari'ah) secara opsional yang mengacu pada tanggungjawab, hisab (perhitungan amal) dan balasan baik buruk (jaza').
Asas memelihara kebebasan (hurriyyah), yang merupakan tujuan ketiga yang ditambahkan oleh Syaikh Thahir, merupakan ungkapan tentang amanat yang dipikul oleh manusia dalam fungsinya sebagai khalifah, setelah semua makhluk Allah enggan memikulnya. Dalam kerangka dan batas- batas kebebasan itu tercermin visi Islam yang dikemukakan oleh konsep tentang kekhalifahan dan tugas khalifah manusia sebagai makhluk pilihan.
Asas memelihara kehormatan dan keturunan, yang merupakan tujuan keempat adalah ungkapan tentang pilar bangunan keluarga, yaitu komponen pokok dalam wujud bangsa dan ummat.Asas memelihara harta, yang merupakan tujuan kelima, adalah ungkapan tentang pilar kesejahteraan umat manusia dan keadilan sosial serta perhiasan kehidupan duniawi dengan pencapaian 'umran materiil kehidupan ini.
Asas memelihara agama, yang merupakan tujuan keenam, adalah ungkapan tentang kendali setiap pilar peradaban manusia dengan acuan-acuan ilahiah yang dapat menjamin kelangsungan 'umran ini --kemajuan dan perkembangan. Dengan ruh ilahiah ini identitasnya tetap terpelihara meskipun menghadapi perubahan zaman dan tempat. Inilah peradaban manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, bukan peradaban manusia yang membangkang terhadap Tuhannya.
Demikian kedudukan tujuan syari'ah dari sisi 'umran manusia yang merupakan prinsip-prinsip umum yang bijak, pilar-pilar dan keharusan. Jika dicermati ketiga prinsip yang ditawarkan oleh Dr. Nashr, dimana tawaran tersebut benar-benar telah dicakup dalam keenam prinsip yang telah dirumuskan oleh para ulama ushul, maka dimanakah hal baru yang ditawarkan melalui telaah baru terhadap nash-nash agama, dengan metodologi baru, yang menurutnya diabaikan oleh para ulama klasik yang dimata Dr. Nashr mereka hanya mengacu pada isyarat-isyarat linguistik?
Asas intelektualitas yang ditawarkan oleh Dr. Nashr posisinya yang wajar dalam prinsip umum ada pada asas: tujuan memelihara akal. Begitu pula asas keadilan -- sebagai satu jalan memecahkan masalah sosial -- masuk kedalam prinsip umum: tujuan memelihara harta. Sedangkan asas kebebasan yang merupakan satu asas berdiri sendiri yang ditambahkan oleh Syaikh Thahir bin Asyur, disana tidak detemukan hal baru yang dipetik dari "telaah baru" yang dilakukan oleh Dr. Nashr dalam bidang ini. Jika prinsip "memelihara agama" dipandang sebagai prinsip parsial bukan general, lalu dimana letak sifat keuniversalan agama itu jika tidak pada sifat abadi dan cakupan wilayahnya yang menyeluruh?!
Umumnya dialog-dialog kita merupakan "korban" yang mengecewakan dari anarki yang sudah lumrah dalam muatan-muatan berbagai "terminologi". Oleh karena itu, agar kita dapat memahami pihak lain, disamping untuk menentukan wilayah-wilayah kesepakatan dan wilayah-wilayah perbedaan, kita harus memulai merumuskan dan menentukan muatan dan pengertian berbagai terminologi tersebut. Wallahu a 'lam.




Selasa, 09 November 2010

Abul A’la Maududi

Sayyid Abul A’la Maududi adalah antara tokoh penting dalam kebangkitan Islam pada abad ke-20. Tafsiran Islamnya menjadi asas pemikiran kebangkitan Islam mutakhir. Ditunjangi oleh kemampuannya dalam menulis, pemikiranya berpengaruh besar pada pemikir Muslim mutakhir, dari Mindanao sampai Maghribi.

Di samping itu, kemunculan aktivis-aktivis kebangkitan Islam di segenap rantau muslim, hakikatnya merupakan percikan Maududi. Pengaruhnya yang paling kuat terasa di Asia Selatan.
Pemikiran politiknya di Asia Selatan mendapatkan bentuknya yang nyata melalui organisasi Jama’ati Islami (Partai Islam), yang selama lebih lima puluh tahun terakhir, berperanan dalam sejarah dan politik Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan komuniti Teluk Parsi Asia Selatan, dan juga mereka yang mungkin di Barat.

Luasnya pengaruh pemikiran dan dampak politik membuat kajian ke atas biografinya, asal-usul biografinya, asal-usul perspektif ideologinya, visi revolusi Islam dan negara Islamnya, serta perwujudannya dalam politik Jama’at, menjadi penting dalam memahami pemikiran politik Islam kebelakangan ini.
Maududi lahir di Aurangabad India Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh Muslim India Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarekat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India.
Keluarga Maududi pernah mengabdi Moghul, dan khususnya dekat dengan istana selama pemerintahan Bahadur Syah Zafar, penguasa terakhir dinasti itu. Keluarga Maududi kehilangan statusnya, setelah Pemberontakan Besar dan jatuhnya dinasti Moghul pada 1858.
Warisan pengabdian mereka kepada penguasa Muslim menyebabkan mereka dapat terus merasa dekat dengan kejayaan sejarah Muslim di India; kerana itu mereka tidak akur dengan pemerintahan Inggeris. Keluarga Maududi akhirnya meninggalkan Delhi dan menetap di Deccan. Di sana, mereka mengabdi pada generasi demi generasi Nizam Hyderabad.

Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini dia mendapat pelajaran moden, khususnya sains, untuk pertama kalinya. Maududi terpaksa meninggalkan pendidikan formalnya lima tahun kemudian, pada usia enam belas tahun, setelah ayahnya sakit kuat dan meninggal.
Kemudian Maududi berupaya untuk memenuhi minat intelektualnya sendiri. Dia tidak tertarik kepada soal-soal agama. Dia hanya suka soal politik. Pada waktu itu, semangatnya adalah nasionalisme India. Misal, antara 1918 dan 1919, dia menulis beberapa esai yang memuji pemimpin Partai Kongres, khususnya Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malaviya. Pada 1918, dia ke Bijnur untuk bergabung dengan saudaranya, Abu Khair, di mana dia memulai karier di bidang jurnalistik.

Tak lama kemudian, kedua bersaudara ini pindah ke Delhi. Di Delhi, Maududi berhubungan dengan arus intelektual dalam komuniti Muslim. Dia tahu soal pandangan modernis, dan ikut dalam gerakan kemerdekaan. Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja pada mingguan pro-Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, dan aktif juga dalam memobilisasi kaum Muslim untuk mendukung Partai Kongres. Tulisannya membela tujuannya. Mengakibatkan mingguan ini ditutup.
Runtuhnya Gerakan Khilafah Islam pada 1924 di Turki, kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang kini diyakininya menyesatkan orang Turki dan Mesir, menyebabkan mereka merongrong kesatuan Muslim dengan cara menolak penjajahan ‘Utsmaniah dan kekhalifahan Muslim.

Dia juga tak lagi percaya kepada nasionalisme India. Dia percaya bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu dengan mainan sentimen nasionalis. Pendekatannya jadi sangat komunalis. Dia ungkaplan ketidaksukaannya kepada gerakan nasionalis dan sekutu Muslimnya. Pada saat inilah dia merasa pandangannya bertentangan dengan ulama Jami’at yang mendukung upaya Kongres mengakhiri pemerintahan Inggeris. Maududi meninggalkan Jami’at, berpisah jalan dengan para penasihat Deobandinya.
Kemudian pada 26 Ogos 1941 di Lahore, partai Jama’at-I Islami didirikan Partai ini merupakan perwujudan dari visi ideologi Abu A’ala Al-Maududi. Maududi terlibat dalam politik Islam sejak 1938, dengan tujuan melindungi kepentingan Muslim. Dia menentang tindakan mengakomodasi partai Kongres.
Dia percaya bahawa Partai Kongres telah cenderung untuk mendirikan pemerintahan Hindu, yang bererti pengakhiran buat Islam di India. Maududi memimpin Jama’at Islami hingga tahun 1971, ia meninggal pada 22 September 1979 di Buffalo, New York, Amerika Syarikat. Dia dimakamkan di rumahnya, di Ichhrah, Lahore.

Perkembangan kebangkitan Islam dalam karya Maududi dan politik Jama’at, memberikan wawasan penting mengenai asal-usul dan kerja ideologi Islam dan keseluruhan strategi. Kendati pandangan Maududi dan agenda Jama’at cukup berbeza dengan manifestasi lain kebangkitan Islam, sehingga memberikan model yang berbeza dengan model yang dianjurkan di Iran atau di Mesir, namun membentangkan sifat kebangkitan Islam.

Kerana itu, kelompok Islam sejak dari Algeria sampai Malaysia, memilih menyertai pilihanraya berbanding revolusi. Kini, jejak Jama’at barangkali lebih banyak diikuti di dunia Muslim. 





 Abul A’la Maududi 


 Jama'at Islami



Jumat, 15 Oktober 2010

Ghuraba

Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’un wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa
Ghuraba’un war tadhainaa haa shi’aaran lil hayaa
Inta sal ‘anna fa inna laa nubaali bit-tughaah
Nahnu jundullaahi dawman darbunaa darbul-ubaa
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khulood
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khulood
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadeed
Ghuraba’un hakazhal ahraaru fii dunya-al ‘abeed
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadeed
Ghuraba’un hakazhal ahraaru fii dunya-al ‘abeed
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Kam tazhaakkarnaa zamaanan yawma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluuhu sabaahan wa masaa`
Kam tazhaakkarnaa zamaanan yawma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluuhu shabaahan wa masaa`
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’


Bukanlah orang asing itu mereka yang berpisah dari negeri mereka dan mengucapkan selamat tinggal sekarang
Tapi orang asing itu ialah mereka yang tetap serius dikala manusia di sekelilingnya asyik bermain-main
Dan tetap terbangun ketika manusia disekelilingnya asyik tidur dengan lenanya
Dan tetap mengikuti jalan lurus dikala manusia dalam kesesatannya tenggelam
tanpa arah

Dan betapa benarnya sebuah syair ketika dia berkata
Berkata kepadaku para sahabat, ‘aku melihatmu sebagai orang asing’
Di antara orang banyak ini engkau tanpa teman dekat
Maka aku berkata, sekali-kali tidak! Bahkan orang banyak itulah yang asing, sedang aku berada di kehidupan dan inilah jalanku
Inilah orang asing itu
Asing di sisi mereka yang hidup sia-sia di antara manusia
Tetapi disisi Rabb-nya, mereka berada di tempat yang mulia  

Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan
Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan 

Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia
Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia 

Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
 
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
 
Bersabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi was Sallam
Islam itu bermula dari asing, dan akan kembali asing seperti mulanya
Maka beruntunglah orang-orang yang asing
 


By Sa’ad al Ghamidi

Fatwa MUI Tentang Pluralisme Agama

Kami sengaja menampilkan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA karena ternyata banyak masyarakat yang belum tahu adanya fatwa tersebut. Padahal fatwa tersebut sudah dikeluarkan sejak tahun 2005 lalu.
Paham Pluralisme agama, khususnya, sangat membahayan aqidah umat sehingga bisa menyebabkan mereka kufur terhadap kebenaran agama yang dipeluknya.
Kalau diibaratkan penyakit, paham Pluralisme Agama seperti virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga rentan terhadap penyakit. Makin lama penderita virus ini makin banyak, dan semakin banyak pula yang meninggal karenanya. Begitu juga paham Pluralisme Agama yang sedang dikembangkan di Indonesia, akan memperlemah keyakinan  pemeluknya akan kebenaran agamanya. Semakin hari semakin banyak pemeluk agama yang terjangkiti olehnya, dan semakin banyak pula yang akan gugur agamanya.
Paham Pluralisme Agama ini semakin ngetrend setelah wafatnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mendapat pujian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai "Bapak Pluralisme". Pujian SBY ini disampaikan sebagai ucapan kata terakhir untuk Gus Dur saat menyampaikan pidato prosesi pemakaman Gus Dur.
"Selamat jalan Bapak Pluralisme. Semoga tenang di sisi Allah SWT," kata SBY dalam pidatonya di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Rabu (31/12/2009).
Menanggapi pujian ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun mengaku bangga dengan sebutan ini. Bahkan menurut Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB, Muhaimin Iskandar di Jakarta, PKB merasa terhormat, presiden memberikan gelar bapak pluralisme.
Bahkan Cak Imim (panggilan akrab Muhaimin Iskandar) menyatakan, menjadi tanggung jawab PKB untuk meneruskan gelar pluralisme ini. "Kita akan lanjutkan sekuat tenaga," jelasnya.
Berbeda dengan PKB, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dengan tegas menolak gelar "Bapak Pluralisme" untuk Gus Dur oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami tidak sependapat jika Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme seperti diungkapkan Presiden di Jombang beberapa waktu lalu karena dapat menimbulkan konflik agama," kata Ketua MUI Jatim K.H. Abdusshomad Buchori di Surabaya, Rabu (13 Januari 2010).
Kiai Buchori menilai, pluralisme adalah faham pencampuradukan beberapa ajaran agama sehingga sangat berbahaya terhadap kehidupan beragama di Indonesia.
Beberapa tahun sebelum wafatnya Gus Dur, gagasan menyematkan gelar sebagai Bapak Pluralisme sudah pernah diwacanakan. Pada tahun 2006, tepatnya tanggal 21 September, di Hotel Aryaduta dalam acara peluncuran buku ‘Islamku,  Islam Anda,  Islam Kita’  karya Gus Dur, Syafi’i Anwar mengatakan bahwa Gus Dur adalah bapak pluralisme Indonesia. Wimar Witoelar menambahkan bahwa beliau sebetulnya juga adalah bapak plularisme dunia, mengingat bahwa dunia kini kekurangan tokoh pluralisme dan bahkan didominasi oleh pemimpin eksklusif dari semua pihak.



KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli 2005 M.;

MENIMBANG :
a.    Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
b.    Bahwa berkembangnya paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang masalah tersebut;
c.    Bahwa karena itu, MUI memandang perlu menetapkan Fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk di jadikan pedoman oleh umat Islam.

MENGINGAT :
1.    Firman Allah :
"Barang siapa mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi…" (QS. Ali Imaran [3]: 85)
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…" (QS. Ali Imran [3]: 19)
"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. al-Kafirun [109] : 6).
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. al-Azhab [33:36).
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 77).
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap Allah). (QS. al-An’am [6]: 116).
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q. al-Mu’minun [23]: 71).

2.    Hadis Nabi SAW :
a.    Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah SAW : “Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.” (HR Muslim).
b.    Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
c.    Nabi saw melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Aththab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

MEMPERHATIKAN : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII VII MUI 2005.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan
1.    Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
2.    Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3.    Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4.    Sekualisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua : Ketentuan Hukum
1.    Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2.    Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3.    Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4.    Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa Ketua,         (
K.H. MA’RUF AMIN )
Sekretaris, (HASANUDIN)



Selasa, 21 September 2010

Terminologi Syura

SYURA adalah terminologi Islam murni. Kata ini adalah kata benda jadian yang diambil dari kata musyawarah yang berarti --dalam terminologi Arab-- mengeluarkan pendapat, yaitu perbuatan aktif yang tidak berhenti pada batas-batas "sukarela" berpendapat, melainkan meningkat dari sukarela menjadi upaya perbuatan mengemukakan pendapat sebaik-baiknya dan secara sengaja menarik keluar pendapat itu. Jika dikatakan: asyara Fulan 'ala Fulan bi ar-ra’y artinya --dalam istilah Bahasa Arab-- Fulan memerintahkan Fulan berpendapat, tidak hanya melepaskan tanggungan dengan sekedar melontarkan pendapat saja.

Syura dalam pemikiran politik Islam adalah filsafat sistem pemerintahan, masyarakat, dan keluarga sebab syura berarti menangani urusan komunitas manusia, khusus dan umum, melalui perhimpunan bersama dan kolektif yang merupakan jalan manusia untuk berpartisipasi dalam menangani urusan komunitas ini. Maka syura, yaitu berhimpun bersama adalah jalan menuju imarah yaitu kepemimpinan, sistem, kekuasaan dan otoritas: kepemimpinan manusia dalam keluarga, masyarakat, dan dalam negara. Yaitu dalam pengorganisasian masyarakat dan pemerintahannya, baik masyarakat kecil maupun besar.

Karena konsep filosofis Islam tentang keberadaan manusia, tugas-tugasnya dan kedudukannya dalam kehidupan ini, dan hubungannya dengan orang lain berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia ini adalah makhluk Allah dan mendapat tugas kekhalifahan dari Allah, bukan sebagai penguasa planet ini sehingga kebebasannya bersifat mutlak tanpa batas atau syura, permufakatan, kekuasaan, dan kepemimpinannya tanpa kendali dan aturan. Pada saat yang sama, kekhalifahannya dari Allah berarti dengan sendirinya ia mempunyai kewenangan, kehendak, kebebasan syura, dan kepemimpinan yang memungkinkannya bangkit mengemban tugas pembangunan peradaban di muka bumi ini. Oleh sebab itu, manusia bukanlah makhluk fatalis yang nasibnya telah ditentukan secara mutlak.

Manusia berada pada posisi moderat: ia bukan penguasa alam dan bukan pula hamba yang tidak memiliki kebebasan, kehendak, otonomi dan tanggung jawab, melainkan ia adalah khalifah dari penguasa alam dan pada kerangka ikatan akad sumpah janji istikhlaf ia mempunyai wewenang yang memungkinkannya bangun mengemban tugas-tugas istikhlaf.

Berpijak dari pandangan tentang kedudukan manusia di bumi ini, Islam mempunyai ciri khas yang terletak pada kerangka syura. Ikatan janji istikhlaf ilahi yang merupakan ketentuan Allah yang berlaku dalam alam ciptaan-Nya, begitu pula hukum-hukum-Nya yang dijadikan sebagai kerangka pengendali kebebasan manusia dan otoritasnya adalah ketentuan ilahi yang muncul di dalamnya 'ubudiah makhluk kepada Sang Khaliq, dan ketentuan Allah yang tidak ada di dalamnya syura maupun pilihan:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata." (al-Ahzab: 36)

Di sini, dalam semua hal yang berkaitan dengan kerangka kekuasaan, kita berada di hadapan kekuasaan Allah dan kedaulatan-Nya yang tercermin pada ketentuan yang bersifat niscaya, dan syari'at-Nya yang mewakili ikatan akad dan janji istikhlaf, sehingga khalifah harus menjadikannya sebagai kerangka pengendali yang mengatur kebebasan, syura, kewenangan dan kepemimpinannya, begitu pula menjadi pengendali yang mengatur gerakannya pada saat melaksanakan tugas istikhlaf.
Sedangkan diluar itu, semua urusan yang berada dalam kadar kesanggupan manusia, dan menjadi satu keharusan untuk melaksanakan dan menerapkan serta merinci keumuman akad dan janji serta amanat istikhlaf, maka itu merupakan obyek syura manusia, obyek bagi kewenangan dan kekuasaannya. Sebab dalam hal ini ia bebas dan menjadi sumber bagi kewenangan dan kekuasaan yang pilar-pilarnya diambil dari syura dalam kerangka halal dan haram: dia adalah wakil yang bebas yang menangani urusan-urusan perwakilan dengan syura dengan syarat tidak melewati kerangka akad perwakilan. Inilah kerangka syura dalam pemikiran politik dan filsafat Islam tentang masyarakat manusia.

Ketetapan Allah dan perintah-Nya adalah kekuasaan dan kedaulatan ilahiah. Sedangkan ketetapan manusia dan perintah mereka adalah syura di antara mereka yang menjadi landasan kepemimpinan dan kewenangan mereka dalam berbagai urusan komunitas: dari keluarga ke institusi ke masyarakat ke negara ke komunitas manusia dan sistem internasionalnya.Dalam masyarakat keluarga, Islam berpijak pada syura sebagai satu filsafat untuk menumbuhkan rasa saling ikhlas yang berdasarkan pada cinta kasih, peraturan dan keteraturan:
"Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anak-anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (al-Baqarah: 233)

Dalam urusan negara, Islam mewajibkan syura sebagai filsafat yang dianut sesuai dengan persoalan-persoalan manusia:
"Maka dengan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun untuk mereka, dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali Imran: 159)

Membulatkan tekad yaitu mengambil keputusan adalah suatu hasil dari syura. Yaitu keikutsertaan manusia dalam penggodokan pendapat yang berlandaskan pada kebulatan tekad dan inilah yang membuat para mufassir al-Qur'an mengemukakan penafsiran mengenai ayat ini, yang diwakili oleh salah seorang di antara mereka, yaitu Ibnu Athiah (1088-1148 M): "Sesungguhnya syura termasuk salah satu prinsip syari'ah dan pilar hukum. Barang siapa yang tidak mengajak musyawarah kepada ahli ilmu dan ahli agama, maka memecat (kepemimpinan) orang tersebut hukumnya wajib dan yang demikian itu merupakan satu hal yang tidak ada perselisihan di dalamnya.

Syura adalah salah satu prinsip syari'ah dan pilar hukum. Sedangkan ahli syura adalah mereka yang mempunyai keahlian dalam bidangnya sesuai dengan persoalan dan permasalahan yang menuntut keahlian. Oleh sebab itu, ungkapan Ibnu Athiah tersebut berbicara tentang ajakan musyawarah kepada ahli ilmu dan ahli agama, tidak hanya ahli agama saja.

Jika musyawarah adalah mengeluarkan pendapat yang berasaskan pada ketetapan dan kebulatan tekad, maka Islam telah menjadikan 'ishmah (keterhindaran dari kesalahan) bagi umat Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: "Sesungguhnya umatku tidak bersepakat pada kesesatan" (Ibnu Majah). Yang demikian adalah agar hati orang-orang mukmin tenang pada hikmah dan kebenaran keputusan apabila berlandaskan pada hasil musyawarah umat dalam masalah yang dihadapi. Dari sini syura adalah satu sifat orang mukmin.

"Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal. Dan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) melalui musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila diperlakukan dengan sewenang-wenang mereka membela diri." (asySyuuraa: 36-39)

Bahkan asas syura adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh rasul umat ini. Sebagaimana telah dituturkan oleh Abu Hurairah ra tentang sifat Rasulullah saw:
"Tidak aku lihat seseorang yang lebih banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya dari pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam." (Tirmidzi)
Para sahabat di negara Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi dan Rasul saw senantiasa bertanya tentang sifat dasar keputusan: apakah ia wahyu, yang merupakan ketetapan dan keputusan Allah, ataukah ia pendapat dan hasil musyawarah, yang berarti persoalannya mengandung musyawarah dari tinjauan yang menjadi acuan kebulatan tekad dan ketetapan? Seolah mereka bertanya tentang sifat dasar pembagian wilayah persoalan, apakah ia wewenang ilahiah, ataukah wewenang manusia? Bilamana Rasulullah saw memberitahukan kepada mereka bahwa itu adalah wahyu, maka mereka lalu menerimanya sebagai pegangan dengan sam'an wa tha'atan (mematuhi sepenuhnya) kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun apabila itu adalah

masalah persoalan pendapat dan musyawarah maka komitmen padanya berdasarkan pada hasil musyawarah, bukan bagi mereka saja melainkan juga bagi Rasulullah saw. Karena dalam hal ini beliau adalah "mujtahid" bukan muballigh (penyampai). Dari sudut pandang Islam ini dapat dipahami makna sabda Rasulullah saw kepada Abu Bakar dan Umar:
"Seandainya kamu berdua sepakat dalam satu musyawarah maka aku tidak akan menentang kamu berdua." (Imam Ahmad)

Dalam sabdanya yang lain:
"Seandainya aku mengangkat seseorang menjadi amir tanpa musyawarah dengan orang-orang mukmin niscaya aku angkat Ibnu Ummi 'Abd (Abdullah bin Mas'ud) menjadi amir." (Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad)

Semua masalah dan urusan keduniaan manusia, yang belum ditetapkan oleh ketetapan Allah dengan ketetapan yang qath'i maka masalahnya menjadi persoalan syura di kalangan ahli syura. Masalah utama dalam persoalan ini adalah negara Islam dan kaum Muslimin. Rasul yang ma’shum (bebas dari kesalahan) dalam menyampaikan risalah dari Allah --dalam urusan-urusan negara-- beliau adalah seorang penguasa mujtahid, mengangkat seorang wali (gubernur) tanpa mengajak musyawarah kaum mukminin.
Umar bin Khattab adalah seorang khalifah yang mengatakan:
"Barang siapa yang membai'at amir tanpa mengajak musyawarah dengan kaum Muslimin maka tidak wajib memberi bai'at kepadanya dan tidak sah bai'at orang-orang yang membai'atnya. Sebab khilafah adalah syura."

Pemegang kedudukan Ulil Amri dalam Islam bersifat kolektif. Oleh sebab itu, al-Qur'an berbicara tentang Ulil Amri dengan bentuk kata jamak, sama sekali tidak dengan bentuk kata tunggal (wilayah al-amri). Inilah Syura Islam:
a) Satu filsafat pertemuan Islam dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
b) Kerangka dan wilayahnya: mencakup semua bidang yang belum ditetapkan oleh Allah dengan ketetapan yang pasti dan niscaya, bagi manusia, yang diberikan wewenangnya sebagai khalifah dari Allah dalam membangun peradaban di muka bumi ini.
c) Di dalam dan dengan syura umat adalah suatu kekuasaan dan kewenangan dalam politik negara, mengorganisir masyarakat dan membangun peradaban.
d) Umat ini memilih para wakilnya yang berkompeten yang memahami realitas obyektif dan syari'ah. Mereka itulah ahlul hilli wal 'agdi, begitu juga mereka adalah ahlul ikhtiyar (pemilih) yang memilih kepala negara Islam dan memelihara keharmonisan realitas obyektif dengan syari'ah, dengan mengembangkan "hukum fiqih furu'iyyah" untuk memberi jawaban atas perkembangan realitas baru dan mengendalikan realitas baru itu agar tidak keluar dari wilayah halal dan haram yang keduanya adalah wewenang Allah.83)


Perang Terminologi Islam versus Barat Muhammad 'Imarah

Senin, 19 Juli 2010

freemasonry

"Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan
kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka
mengikutinya kecuali sebagian orang-orang yang beriman." (Saba: 20)

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa freemason atau freemasonry merupakan organisasi rahasia dari Iluminasi. Dan karena sifatnya yang rahasia, maka sedikit sekali informasi yang secara faktual dapat diperoleh pihak luar.

Tentang definisi freemason itu sendiri terdapat berbagai pendapat. Namun, disepakati bahwa freemason merupakan gerakan rahasia untuk memenangkan cita-cita Yahudi dengan identitasnya yang anti-Kristus dan menentang dominasi Gereja Roma Katolik serta agama-agama yang dianggap menghalangi cita-cita "dunia baru". Tujuan utama para mason adalah melindungi Yahudi dan ajarannya, dan mengembangkan paham ajaran naturalis dan nihilis yang dikemas dalam bentuk paham matrialis-rasional, seperti unitarian dan universalist, kemanusiaan, dan kebebasan.

Menurut mereka, freemason mengajarkan kebebasan dalam arti yang sebenarnya. Manusia harus bebas dari segala dogma agama. Mereka tidak boleh menjadi budak dari paham-paham yang tidak masuk akal dan tanpa bukti empiris. Untuk itu, mereka yakin bahwa manusia unggul (uber mensch), sebagaimana yang dicita-citakan Friedrich W Nietzsche harus diwujudkan. Manusia lemah yang diperbudak oleh agama harus disingkirkan. Di dunia ini hanya ada satu tipe bangsa yang unggul, yaitu mereka yang mau menerima ajaran freemason. Ajaran falsafahnya adalah kesamaan hak, kesetaraan derajat dengan semboyan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Berdirinya organisasi ini sudah sangat lama, walaupun nama sebelumnya tidak memakai nama freemason. Beberapa kalangan mengakui bahwa freemason sudah didirikan sejak tahun 43 Masehi oleh Raja Herod (King Herod Agrippa) bersama-sama dengan delapan pendeta Yahudi. Dari catatan kuno, terdapat fakta bahwa gerakan ini mulai muncul di permukaan sebagai penentang ajaran Kristus yang berada di tengah-tengah masyarakat, kemudian dibubarkan oleh sebuah ordo kerajaan gereja, sesuai lembaran Dekrit Gereja no. XXXVI vol. 25-Concillium Avenionense; pada tahun 1326. Untuk sementara, setelah De Molay sebagai anggota freemason tingkat "grand master" dibakar hidup-hidup oleh gereja, freemason menghilang dan muncul kembali tiga ratus tahun kemudian, yaitu pada tanggal 16 Oktober 1646 di Inggris.

l. The Knight Templar (Ksatria Templar)
Freemason sebagai organisasi rahasia, agama, sekaligus ideologi, tidak dapat dipisahkan dari The Knight Templar (Ksatria Templar). Ksatria Templar atau The Knight Templar adalah legiun pasukan perang, intelijen, pengawal kepercayaan raja yang ikut serta secara aktif menjadi pasukan Perang Salib (The Crusader), terutama mendampingi panglima Aliansi Kerajaan Kristen Eropa melawan para mujahidin Salahudin yang legendaris.

Para ksatria ini sangat disiplin, seperti tentara khusus. Mereka mencukur rambutnya, tetapi membiarkan jenggotnya tumbuh subur --sesuatu yang berbeda dengan laki-laki pada umumnya yang justru senang dengan mode tanpa kumis dan jenggot. Mereka disumpah untuk menegakkan prinsip-prinsip ksatria, patuh, dan bertujuan untuk raja dan gereja.

"Ksatria Templar telah disumpah untuk hidup sederhana, kesucian, dan pengabdian. Mereka diwajibkan untuk mencukur seluruh rambutnya dan membiarkan jenggotnya tumbuh subur yang membedakannya dari kebanyakan kaum laki-laki pada saat itu, yang justru menampilkan wajahnya yang kelimis."

(The Knight Templars were sworn to poverty, chastity, and obedience. They were obliged to cut their hair but forbidden to cut their beards, thus distinguishing themselves in an age when most men were clean shaven --Michael Baigent hlm. 63).



Gambar 4: Simbol The Knight Templar

Setelah Perang Salib berakhir, para Ksatria Templar kembali ke Eropa dan menjadi rentenir, bahkan memegang kunci keuangan kerajaan. Pengalaman pengelolaan keuangan tersebut diperolehnya, selama mereka ikut bertempur membantu dan mendampingi Raja Richard si Hati Singa (Richard Coeur de Lion atau Richard The Lion Heart) melawan para mujahidin Islam. Pada saat itu, mereka menyaksikan kemajuan manajemen keuangan serta perkembangan ilmu pengetahuan umat Islam. Belajar dari umat Islam tersebut, para Ksatria Templar menjadikan kota Paris sebagai pusat lalu lintas keuangan. Mereka pun dikenal sebagai ahli dalam bidang penukaran uang (money changer) sebagai cikal bakal dunia perbankan, mereka mendirikan Usury sebuah sistem simpan-pinjam uang dengan bunga tinggi atau riba'iyah; mungkin dari sini pula munculnya istilah treasury. Bahkan, alat tukar berupa cek (cheque), sebagaimana dikenal kita dewasa ini berasal dari penemuan umat Islam yang dikembangkan mereka.

"Para Templar dikenal sebagai ahli bidang penukaran uang dan pencetus perbankan, dan menjadikan Paris sebagai pusat lalu lintas keuangan Eropa. Ini kemungkinan munculnya cek (cheque), yang digunakan hingga saat ini, yang ditemukan oleh pemerintah (Islam)."

(The Templar thus became the primary money-changers of the age, and the Paris preceptory became the centre of European finance. It is even probably that the cheque, as and use it today, was invented by the order --Michael Baigent, hlm. 67).

Dengan dukungan Raja Bernard dari Clairvaux --raja yang sekaligus dianggap sebagai perpanjangan tangan Paus dan juru bicara gereja (Christendom) --para ksatria semakin leluasa melebarkan kegiatan usaha finansialnya tersebut. Bahkan, mereka bertambah berkibar setelah berhasil pula mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya baru sebagai hasil kontak dengan umat Islam dan Yahudi di Yerusalem. Sehingga untuk pertama kalinya mereka mengenal sabun, minyak wangi, karpet, dan sebagainya. Di bidang ilmu pengetahuan, mereka mengenal racikan obat secara kimiawi, ilmu perbintangan, matematik, dan sebagainya. Bahkan, mereka tidak hanya bergerak dalam usaha keuangan, tetapi juga mengembangkan pola pikirnya. Melalui hubungannya yang dipelihara secara simpatik dengan orang-orang Islam dan Yahudi, mereka menjadi pusat pengembangan berbagai gagasan pemikiran baru, berbagai dimensi baru di bidang ilmu pengetahuan.

Karena kepiawaian mereka di dalam mengelola keuangan dan perbankan tersebut, kesejahteraan serta kehidupan mereka semakin meningkat, bahkan mampu menguasai beberapa sektor penting kerajaan karena kekuatan finansial mereka. Hal ini menyebabkan kecemburuan raja dan Paus yang melihat jaringan kekuasaan para ksatria (veteran) Perang Salib dianggapnya dapat mengancam wibawa raja dan gereja.

Paus dan raja mulai merasa terganggu serta dicarikannya dalih bahwa kegiatan para Templar tersebut sebagai "rentenir" yang membahayakan rakyat. Lintah darat yang harus dibasmi. Akibatnya, para Ksatria Templar membuat semacam pertemuan rahasia yang disebut dengan Lodgez 22 untuk merencanakan tindakannya menghadapi ancaman gereja dan raja tersebut. Di satu sisi, pertemuan rahasia ini menjadi alasan bagi Raja Phillip untuk menangkap para Ksatria Templar tersebut, apalagi pada saat itu Phillip sedang dalam kesulitan keuangan yang merasa dibatasi oleh gerakan rahasia Templar. Tanggal 13 Oktober 1307, seluruh veteran tentara salib yang disebut sebagai Ksatria Templar berhasil ditangkap, disiksa, dan dibakar di lapangan kerajaan.

Dan pada tanggal 19 Maret 1314, pimpinan tertinggi (grand master) KsatriaTemplar, yaitu Jacques de Molay ditangkap dan dibakar di hadapan rakyat. Pada saat De Molay akan dibakar, dia mengutuk Raja Phillip dan Paus (pada watu itu Paus Clement) bahwa keduanya akan mati mengikuti dirinya pada tahun yang sama. Ternyata, kutukan de Molay menjadi kenyataan. Clement mati sebulan setelah pembakaran de Molay, sedangkan Phillip IV mati enam bulan setelah peristiwa pembakaran pimpinan tertinggi Templar tersebut. Karena kutukan tersebut terbukti, Jaques de Molay dianggap sebagai pahlawan agung yang penuh dengan misteri di kalangan anggota freemason. Tata cara ritual, disiplin, serta kerahasiaan para KsatriaTemplar menjadi aspirasi para anggota freemason modern saat ini.

Sejak itu, para ksatria melakukan gerakan sangat rahasia dan berlangsung secara turun-menurun, mewariskan semangat "tradisi kepahlawanan" dengan berbagai tata cara ritual, tangguh, dan berdisiplin, sebagaimana layaknya jiwa seorang ksatria.

"Para sejarawan merasa yakin bahwa inilah pangkal muasal berdirinya dan berkembangnya gerakan freemason, terutama freemason Scottish Rite yang didirikan oleh Charles Redclyffe pada tahun 1725 dan berpusat di Paris."

(It is probable that "Scottish Rite" freemason was originally promulgated, if not indeed devised, by Charles Redclyffe. In any case Redclyffe, in 1725, is said to have founded the first Masonic Lodge on the continent in Paris --Baigent, hlm. 140).

Dengan demikian, tampaklah dengan sangat jelas bahwa gerakan freemason merupakan gerakan rahasia yang lahir dari sejarah perjuangan melawan semua agama. Walaupun pada awalnya membantu para prajurit Kristen untuk melawan para mujahidin Islam di bawah pimpinan Salahudin al Ayyubi, ternyata dalam perkembangannya justru berbalik melawan dominasi kerajaan dan Gereja Roma Katolik yang dianggapnya sebagai tirani. Hal ini terjadi sejak kekuasaan gereja merasa disaingi oleh perkembangan The Knight Templar yang mampu menguasai seluruh aspek keuangan melalui pendirian lembaga Usury, lembaga yang meminjamkan uang dengan sistem bunga .

2. Agama The Knight Templar
Para sejarawan masih memperdebatkan agama The Knight Templar tersebut. Walaupun mereka ikut berjuang membela kepentingan Christendom bersama-sama dengan Raja Richard si Hati Singa, tetapi agama atau lebih tepat kepercayaan mereka masih diragukan. Terlebih diperoleh catatan tentang pengakuan seorang kstaria yang berkata:

"Kalian telah mempercayai yang salah, sebab dia (Kristus) hanyalah nabi palsu. Berimanlah hanya kepada Tuhan di surga dan bukan kepada dia (Kristus). Jangan beriman kepada seorang yang bernama Yesus, yang disalib orang Yahudi di Outremer (tanah yang menghadap ke laut atau Yerusalem). Dia bukan Tuhan dan tidak akan menyelamatkan kamu."

(You believe wrongly, because he (Christ) is indeed a false prophet. Believe only in God in heaven, and not in him. Do not believe that the man Jesus whom the Jews crucifzed in Outremer is God and that he can save you --Baigent, hlm. 83).

Sikap yang bermusuhan dari kerajaan dan gereja Kristen kepada Ksatria Templar, bahkan sejak de Molay yang merupakan anggota tingkat "grand master" atau pimpinan tertinggi mereka dibakar hidup-hidup, pihak ksatria semakin menampakkan wujud aslinya yang anti-agama, utamanya agama Kristen, mereka pun semakin anti-Kristen.

Para Ksatria Templar tersebut beragama secara mistik, bahkan menyembah setan yang mereka anggap merupakan dewa penolong dan yang akan melahirkan kekuatan serta kemakmuran. Pokoknya, mereka memutarbalikkan segala ajaran serta norma-norma yang berlaku, serta menafsirkan Alkitab menurut semangat mistik (occultisme).

Salah satu dewa sesembahan mereka disebut Baphomet yang penampakkan atau gambarannya dihubungkan dengan dongeng serta pengaruh dari Kitab Perjanjian Baru Kitab Wahyu 12-13, di mana akan datang binatang dengan tanda-tanda tertentu yang akan membebaskan manusia dari segala tirani dan dogma agama Dalam perkembangan-nya, freemason menjadikan simbol-simbol setan sebagai bagian dari ritus mereka.

Banyak orang menafsirkan Baphomet sebagai pengaruh dari Perang Salib. Di mana para Ksatria Templar merasa kagum dengan ajaran Nabi Muhammad, kemudian menjadikan nama "Muhammad" sebagai nama dari sesembahan mereka. Sehingga kata Baphomet merupakan nama yang terinspirasi dan Mohamet atau Abufzhamet yang artinya "bapak kebijaksanaan". Mereka merasa yakin dengan alasan terebut, dikarenakan nama Baphomet baru dikenal setelah Perang Salib.

Pernyataan para sejarawan tersebut patut diragukan mengingat nama Baphomet sudah lama dikenal; dalam bahasa Yunani berarti 'kebijaksanaan'. Pengertian Baphomet yang dihubungkan berasal dari Mohamet atau Abufihamet merupakan cara berpikir yang melecehkan kesucian Nabi Muhammad saw, sebuah rencana dan konspirasi orang-orang yang mendiskreditkan kesucian Rasulullah.
(Despite the claim of certain older historian. It seems clear that Baphomet was not a corruption of the name Muhammed . On the other hand, it might have been a corruption of the Arabic abufihamet pronounced in Moorish Spanish as bufihimat. This means "Father of Understanding" or "'The father of Wisdom" and "father" in Arabic is also taken to imply "source" --Baigent, hlm. 67).

Alasan menghubungkan Baphomet dengan Mohamet tidak dapat dibuktikan secara ilmiah historis. Penafsiran spekulatif dihubungkan pula dengan rasa benci, dendam, tetapi juga kagum terhadap kaum muslimin di bawah pimpinan Salahuddin al Ayyubi yang menunjukkan sikap ksatria, tangguh, dan tidak terkalahkan, sehingga mereka menyangka bahwa Nabi Muhammad itu adalah dewa kekuatan yang disembah umat Islam. Tentara Templar itu melihat para tentara Islam di bawah Salahuddin al Ayyubi yang membawa panji dan bendera yang berlambangkan bulan bintang, kemudian menyangka bahwa panji-panji itu, beserta Nabi Muhammad merupakan dewa-dewa kemenangan umat Islam.

Kemudian setelah kembali ke tanah air mereka, dibuatlah rekayasa sesembahan mereka yang baru dengan menciptakan gambaran bapak dewa Muhammad yang disebut "Abu Muhammad", atau "Abufuhamet" yang kemudian menjadi Baphomet. Lambang Baphomet menunjukkan anti Islam dengan cara membelah bulan, di sebelah kiri atas dibuatkan gambar bulan yang benderang sedangkan di sebelah kanan bawah adalah lambang bulan yang gelap, seakan-akan sebuah simbol untuk menghancurkan "bulan bintang" sebagai lambang Islam, yang semula benderang diantara bintang-bintang untuk dihancurkan sehingga tidak lagi berbinar dan jatuh ke bumi.

Kita tidak ingin mengulas lebih mendalam tentang makna Baphomet sebagai sesembahan agama kaum Templar tersebut, karena jelas di dalam nuansa batinnya terdapat rasa benci, dendam, dan kagum yang bercampur-baur akibat kekesalan mereka melihat kenyataan kekalahan prajurit pilihannya oleh Umat Islam yang sederhana dan berasal dari gurun pasir, yang mereka anggap tidak mempunyai pengetahuan berperang, serta primitif. Akan tetapi, kenyataannya mereka sangat tangguh, bahkan mempunyai sistem administrasi yang jauh lebih modern dari yang mereka perkirakan, termasuk sistem pengelolaan anggaran dan keuangan yang mereka tiru dalam bentuk perbankan (Usury).

Apa pun ulasan para sejarawan itu, yang pasti Baphomet merupakan berhala yang merepresentasikan semangat setan, karena sebagaimana banyak tulisan dan dokumen bahwa freemason menganut ajaran setan dan berkembang sampai saat ini dengan organisasi serta pola pemikirannya yang disebut freethinker (para pemikir bebas nilai).

Nama God (Tuhan) seringkali diasosiasikan dengan nama goat (kambing) yang sekaligus dijadikan sebagai lambang penyembahan atau berhala. Atau merepresentasi-kan scape goatism (teori mencari kambing hitam), sesuai dengan teori konspirasi dalam gerakan rahasia mereka.



Gambar 5: Dewa Baphomet

Anton Szandor La Vey, pendiri Satanic Worship (1966) dan pengarang The Satanic Bible menyebutkan:
"Simbol Baphomet dipakai oleh The Knight Templar untuk mewakili ajaran setan. Melalui periode waktu yang berabad-abad lamanya, simbol-simbol tersebut ditafsirkan dengan berbagai nama, misalnya: dewa Kambing Mendes, Kambing Hitam, Kambing Judas, dan sebagainya."

(The symbol of Baphomet was used by The Knight Templar to represent satan. Through the ages this symbol has been called by different names. Among these are: the Goat of Mendes, The Black Goat, The Judas Goat, and perhaps most appropiately The Scapegoat --La Vey, The Satanic Bible, hlm. 45).

Dari penelitian yang saksama, dapat disimpulkan bahwa agama freemason merupakan bentuk dari sinkretisme, paganisme yang disesuaikan, juga ajaran yang bertumpu pada kebebasan berpikir Universalisme, unitarianisme, sekularisme yang menjadikan manusia benar-benar manusia apabila terbebas dari dogma agama dan tirani kekuasaan.

Lambang-lambang keagamaan mereka diselubungkan dengan memakai tanda salib terbalik sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum Kristen yang mempercayai Yesus sebagai Kristus. Karena bagi mereka, Yesus adalah nabi palsu dan sekaligus memanipulasi keluhuran nama Kristus yang sebenarnya. Mereka mengakui dirinya sebagai anti-Kristus.

Dalam abad modern ini, mereka mendakwahkan keyakinannya secara lebih rasional dan memanfaatkan berbagai sarana komunikasi, dengan sasaran utamanya para pemuda dan tokoh masyarakat sebagai juru bicaranya. Tujuan yang mulai dikampanyekan antara lain: universalisme, humanisme, dan unitarianisme.

Secara garis besar, patut diketahui ajarannya tersebut menyelusup ke berbagai pranata kehidupan dengan menanamkan paham yang secara politis dan sosial ingin mengubah pola pikir manusia menjadi makhluk yang bebas dari segala dogma dan tirani.

Pemikiran ini dikembangkan lebih modern oleh organisasi freemason adalah gerakan kemanusiaan baru, membebaskan dari keimanan buta yang dianggapnya sebagai perbudakan dan penjara kebebasan berpikir, khususnya perlawanannya terhadap dominasi gereja Katolik dan tirani lainnya yang tidak demokratis.

Nama freemason sebagai organisasi modern, diduga secara resmi mulai dipakai pada tahun 1673 dengan jumlah anggota rahasianya 27 orang. Sejak itu, mereka mengkaitkan nama lodge --yang dapat diartikan sebagai tempat pertemuan para anggota atau penginapan untuk pembicaraan yang sangat rahasia. Dokumen rahasia yang ditemukan dan dapat dipercaya tentang eksistensi gerakan rahasia freemason adalah "The Grand Lodge of the Modern", baru diperoleh secara pasti pada tanggal 24 Juni 1717 di Inggris. Sejak itu, gerakannya semakin pesat setelah Duke of Sussex menjadi anggota pada tingkatan "grand master" dan melepaskan segala atribut keterkaitannya dengan gereja Kristen, sekaligus memberikan aspirasi tentang paham freemason yang bersifat universalis.

Sebagaimana tingkatan Iluminasi, keanggotaan freemason dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu: Apprentice, Fellowcraft, dan Master Mason --atau disebut juga "grand master atau grand lodge". Setiap tingkatan harus mengikuti berbagai program, yaitu: indoktrinasi, sumpah keanggotaan, dan ritus tertentu yang biasanya memakan waktu dua tahun.

Keanggotaannya sangat selektif dan hanya orang-orang yang dianggap sebagai the good men (orang hebat) yang paling pantas untuk menjadi anggota rahasia mereka.
Pada saat ini, perkembangan freemason sudah merambah ke seluruh pelosok dunia. Pusat kegiatannya, di samping beberapa kota besar di Amerika, misalnya New York, juga di Eropa yang berpusat di Jenewa, Paris, dan London. Tahun 1968, cendekiawan dan industriwan dari Italia, Dr. Aurelio Peccei (1908-1984) dan Alexander King mendirikan The Club of Rome (Perkumpulan Roma) yang merupakan salah satu organisasi terkemuka dan bergengsi dari konspirasi pemikiran Iluminasi, sebagaimana dikatakan oleh William Coper:

"Kelompok Roma merupakan barisan terdepan Iluminasi (The Club of Rome is a front for the Illuminati)."

"Para anggotanya terdiri dari kelompok ilmuwan, pakar ekonomi, pengusaha, tokoh pemerintahan yang masih aktif, maupun pensiunan yang mewakili lima benua yang benar-benar mempunyai perhatian terhadap masa depan dunia global."

(With a group of scientist, economist, businessmen, international civil servant, heads of state, and former of state from five continents but with similar concerns for the global future --Trevor W. Mc Keown).

Tanggal 28 Februari 1997, Presiden Soka Gakkai International telah diangkat sebagai anggota kehormatan (honorary member) Perkumpulan Roma, yang saat itu diketuai Dr Diez Hochleitner

Hal ini membuktikan kepercayaan para anggota mason terhadap Jepang walaupun bukan orang Yahudi (goyim), mengingat Jepang mempunyai jaringan ekonomi dan industri yang mendunia. Soka Gakkai itu sendiri merupakan yayasan agama Budha yang mempunyai paham yang sama dengan Iluminasi, yaitu menciptakan nilai-nilai kemanusiaan yang baru, bersifat universal dan berlandaskan kasih sayang. SokaGakkai artinya kelompok kreatif penuh inovasi.

Pada tahun 1973, dibentuk poros kegiatan disentralisasi di "tiga kutub koordinasi" yang disebut dengan Threelateral Commission yang terdiri dari Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat), Uni Eropa, dan Jepang dengan anggotanya berjumlah 330 yang terdiri atas negarawan, politisi, ilmuwan, dan para tokoh internasional. Tahun 1995, seluruh anggotanya mengadakan pertemuan besar di Copenhagen; tahun 1996 di Vancouver dan tahun 1997 di Tokyo. Setiap pertemuan digelar berbagai makalah dan mengambil tema aktual, misalnya pada tahun 1994 membahas reformasi di Rusia. Kemudian pada tahun 1995, membahas masalah pengamanan energi dalam kaitannya dengan globalisasi serta pasar angkatan kerja dan implikasinya. Tahun 1997, konferensi besar diselenggarakan di Tokyo dengan fokus pembahasan pada masa depan Asia Pasifik.

Kelompok ini mempunyai tiga kantor regional yang permanen, yaitu di New York, Tokyo, dan Paris. Untuk Jepang dipimpin oleh Yotaro Kabayoshi (top eksekutif pada Fuji Xerox Co. Ltd.), sedangkan Amerika Utara dipimpin oleh Paul A. Volcker (top eksekutif J.D. Wolfenshon Inc. yang berkantor di New York). Ketiga kelompok tersebut berada dalam pengawasan Iluminasi dan organisasi mason (tingkat grand lodge) dan mempunyai semangat yang sama dengan mengaku sebagai "pemerintahan rahasia" (the secret government), yang mampu memberikan tekanan dan arah kepada negara-negara di daerah pengawasan mereka.

Walaupun ada beberapa pimpinan organisasi yang bukan Yahudi (goyim), pimpinan lingkaran dalam Iluminasi dan freemason harus tetap dijabat oleh seorang Yahudi dan harus tetap mempunyai semangat organisasi Yahudi, mengingat terbentuknya Iluminasi dan freemason hanyalah bungkus lain untuk memenangkan zionis menuju "ordo dunia baru".

Rabbi Isaac Wise (1819-1900) mengatakan:
"Freemason adalah organisasi Yahudi dari A sampai Z dari mulai sejarahnya, persyaratannya, tingkatannya, derajat, sandi rahasianya, dan seluruh tata cara upacaranya adalah berjiwa Yahudi."

(Freemason is a Jewish organization from A to Z, its history, its requirements, its ranks, its degree, its passwords or secret words, all its descriptions, except a secondary single degree and a few words in the oaths passage, are Jewish --David Musa Peacock, Satanic Voice, hlm. 194).

Nama gerakan rahasia zionis freemason untuk pertama kalinya dikukuhkan secara formal pada kongres freemason di London tahun 1717 yang diketuai Anderson. Sebagaimana cikal-bakal kelahirannya, yaitu The KnightTemplar dan sesuai dengan jenjang derajat anggota Iluminasi yang telah ada, di dalam kongres ini pun ditetapkan jenjang kepangkatan atau lebih tepatnya tingkatan anggotanya yang terdiri dari:

a. Tingkat Blue Lodge
b. Tingkat Kerajaan (Royal Arch Masonry)
c. Tingkat Ksatria (The Masonic Knight Templar)

a. Tingkat Blue Lodge
Sebelum memasuki dan dilantik menjadi anggota pada tingkat Blue Lodge, para calon anggota yang disebut sebagai aspiran (pemberi aspirasi) harus mengenal dan menghayati terlebih dahulu seluruh makna dari simbol-simbol. Dan untuk menghilangkan kecurigaan, organisasi tingkat pertama ini terbuka untuk umum, termasuk non-Yahudi (goyim). Para aspiran tidak ikut campur dalam persoalan agama, sebagaimana organisasi sosial yang ada. Mereka pun bergerak dalam bidang yang bersifat universal atau umum, misalnya: pendidikan, sosial, kesatuan umat manusia, perdamaian di muka bumi, memberantas kemiskinan, dan kebodohan.

Para aspiran yang lulus memasuki tingkat Blue Lodge adalah mereka yang telah dijamin memiliki kepatuhan dan disiplin tinggi, dan dibagi dalam tiga tingkat yaitu, sebagai berikut.

(1) Tingkat Pemula (Entered Apprentice).
(2) Tingkat Persaudaraan (Fellowcraft).
(3) Tingkat Pimpinan (Master Mason) .

Para anggota Blue Lodge dapat mencapai tingkatan lebih tinggi dengan cara melalui dua jalur, yaitu The Scotish Rite dan The York Rite. Dalam fase ini, para anggota akan mendapatkan indoktrinasi serta penghayatan mendalam terhadap sejarah The Knight Templar.

Di samping itu, mereka harus menunjukkan keinginannya yang kuat serta mempunyai ikatan emosional terhadap organisasi. Setiap anggota dalam freemason ditandai pula dengan berbagai simbol angka tingkatan. Mulai dari tingkat empat, tujuh, delapan belas sampai tingkat di atas tiga puluhan. Setiap kenaikan tingkat diberikan upacara ritual tersendiri. Mereka akan dibaptis oleh saudaranya pada tingkatan yang lebih tinggi yang biasanya diberikan kepada tingkat delapan belas yang berhak membaptis. Bila selesai dibaptis, mereka berhak mendapatkan medali "salib bunga mawar", sedangkan yang duduk pada tingkatan tersebut diberi predikat "penunggang kuda yang bijak".

Selanjutnya dapat menjadi kepala perkumpulan freemason secara simbolis. Mereka dapat terus mencapai jenjang lebih tinggi sampai pada tingkatan tiga puluh tiga (33rd degree) melalui berbagai prestasi dan pemberkatan. Demikian seterusnya, sehingga mereka mencapai predikat "guru yang agung" yang biasanya diduduki oleh tingkatan sembilan puluh atau disebut dengan julukan mumfis.

Mereka yang sudah berada dalam tingkatan ini dapat membentuk berbagai organisasi dan setiap organisasi yang tersebar di seluruh dunia ini memakai kode nomor internasional, misalnya Izis no. 367, Ben Gurion 443, dan sebagainya.

b. Tingkat Kerajaan (Royal Arch Masonry)
Royal Arch didirikan secara resmi dan terbuka pada tahun 1797 di Amerika. Dan hanya para anggota yang sudah menduduki tingkatan ke-33 atau "Master Mason" dapat menjadi anggota kerajaan dan orang nonYahudi (goyim) dapat menjadi anggota, tetapi jarang menjadi pimpinan. Diantara mereka tidak dapat saling mengenal atau berhubungan secara lebih mendalam, kecuali atas rekomendasi dari pimpinannya masing-masing yang disebut sebagai "teman sejawat yang agung". Pada tingkat ini anggota dibagi dalam tiga tingkatan yaitu, sebagai berikut.

(1) Mark Master
(2) Past Master
(3) Most Excellent Master

Persyaratan keanggotaan freemason kerajaan sangat ketat. Mereka harus mempunyai profesi atau ekspertis tertentu, dan bersifat unik, misalnya: presiden atau pimpinan pemerintahan, Ilmuwan, dan sebagainya.

c. Tingkat Ksatria (The Masonic Knight Templar)
Puncak keanggotaan berada di dalam lingkaran dalam yang disebut dengan alam semesta. Merekalah yang berhak menetapkan berbagai kebijakan, perintah-perintah, serta konsep gerakan secara global. Dalam organisasi ini pula pola pemikiran, rencana, dan falsafah digariskan sebagai satu program (blue print) yang harus dilaksanakan sesuai dengan jenjang organisasinya. Pada tingkat ini, mereka berhak menyandang gelar "grand master" yang dibagi dalam tiga tingkatan, sebagai berikut.

(1) Tingkat The Royal Master
(2) Tingkat The Selected Master
(3) Tingkat The Super Excellent Master

Semangat pemikiran dan filsafat freemason yang ingin mengubah dunia menjadi satu tatanan dunia baru yang bersifat universal: satu agama, satu pemerintahan, dan satu warga dunia dengan tema-temanya yang aktual dan memikat serta didukung oleh dana; media massa, dan kekuasan para anggotanya yang menjabat jabatan puncak menyebabkan seluruh jaringan kehidupan umat manusia berada dalam pengawasannya, sebagaimana lambang "mata" yang dengan tajam mengawasi kehidupan dari atas piramida, seperti tercantum pada lambang uang satu dolar Amerika. Pada tingkatan ini, disebut pula sebagai "grand master" dan berhak menjadi ketua dari sindikat

3. Agama Freemason
Sebagaimana ajaran induknya yaitu Iluminasi, gerakan freemason menyatakan dirinya sebagai organisasi sosial yang sangat peduli dengan kemanusiaan, kemerdekaan, dan masa depan umat manusia. Freemason tidak dapat dikelompokkan sebagai agama Kristen, bahkan secara terselubung, mereka justru menentang agama Kristen, utamanya yang mempercayai Yesus sebagai Kristus. Freemason mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan dengan penafsirannya sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Cherabum:

"Mason mengingkari Kristus, karena mereka mempunyai Tuhan yang lain. Freemason merujuk pada kehidupan Raja Sulaiman yang berbalik menjadi kafir dengan menyembah Dewa Baal dan Asytoret, sebagaimana tertulis dalam Perjanjian Lama yaitu: 1 Raja-Raja 11: 10-11."

Bentuk ritual mereka dikenal pertama kali dalam ritual Royal Arch Mason, dimana dalam ritual tersebut ditanamkan keyakinan atas Jahbulon yang merupakan bentuk sinkretisme atau gabungan seluruh ajaran agama dan kepercayaan di muka bumi yang merupakan salah satu ajaran Jehovah.

Walau demikian, tidak semua anggota freemason bergabung di dalam Saksi Jehovah yang merupakan substitusi dari agama Yahudi. Dari cara mereka menafsirkan berbagai ayat di dalam Bibel; keyakinan yang mewarnainya adalah okultisme, mistik, dan seringkali mendekati kepada ramalan-ramalan yang erat kaitannya dengan tahayul (supertition). Beberapa dari kelompok perkumpulan (lodge) freemason, bahkan mengganti Yesus dengan Hiram Abiff: seorang suci yang dikenal dalam kebudayaan Yahudi sebelum Yesus mengajarkan Kristen.

Sedangkan bentuk Trinitas, sebagaimana dikenal di kalangan Kristen Katolik --Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus-- diganti dengan Trinitas yang lain, yaitu Hiram, Raja Tirus, dan Hiram Abiff yang melambangkan kebijaksanaan-kekuatan dan keindahan. Bentuk ritual mereka sangat sarat dengan mistik, kuburannya dibuat dalam bentuk piramida melambangkan menara Babil, serta misteri dari dunia yang harus dijelajahi dan dikuasai oleh anggota (brother) freemason. Hal itu sesuai dengan salah satu ungkapan dalam lambang organisasi mereka, yaitu vitriol, "Visita interiora terrae rectificando invenies occultum lapidem," yang artinya "Jelajahilah keindahan interior bumi, lakukanlah berbagai reformasi/perbaikan, niscaya kamu akan menemukan rahasia batu tersebut."

Tata cara serta keyakinan mistik (bid'ah) freemason sejauh perkembangannya terkait erat dengan keyakinan kaum Yahudi Kristen (Yudeo Christiant) di masa lampau, khususnya pada saat Kaisar Konstantin memerintah dimana kepercayaan terhadap "dewa matahari" menjadi simbol pemersatu. Walaupun Konstantin tidak menjadikan agama Kristen sebagai agama negara, tetapi menjadikan dirinya --yang beragama Paganisme: penyembah matahari-- sebagai kepala segala kepercayaan termasuk Yahudi dan Kristen. Bahkan, perayaan kelahiran Yesus yang semula diperingati setiap 6 Januari, disesuaikan dengan kelahiran "dewa matahari" (natalis invictus), yaitu tanggal 25 Desember.

Dalam kekuasaan Konstantin yang menjadi kepala negara dan agama tersebut, kedua agama dipersatukan dalam sebuah keyakinan baru yang disebut dengan sol invictus (dewa matahari atau the invicible sun). Selama hidupnya, Konstantin tetap penyembah matahari. Selama pemerintahannya, disebut pula sebagai "dewa matahari sang penakluk" atau kekuasaan matahari, sehingga kata sol invictus menjadi lambang di mana-mana termasuk bendera dan mata uangnya.

(Constantine, all his life, acted as its chief priest. Indeed his reign was called a "sun emperorship" and "sol invictus" figured everywhere including the imperial banners and the coinage of the realm --Michael Baigent, 1983).

Setelah kemenangannya mengalahkan Maxentius di Milvian, Konstantin semakin berjaya dan mengukuhkan cita-citanya untuk membangun the sun imperium untuk menyatukan dunia: satu pemerintahan, satu agama, dan satu kewarganegaraan. Dan mengukuhkannya dalam satu kata magis yang disebut: in hoc signo vives (dengan tanda ini kamu akan menang). Cita-cita serta ritual Paganisme Konstantin telah menjadikan salah satu aspirasi bagi Iluminasi.

4. Presiden Amerika
Pada umumnya presiden Amerika adalah anggota freemason, seakan-akan sulit seorang calon presiden untuk berhasil menduduki jabatan puncaknya, kecuali harus menjadi anggota freemason terlebih dahulu. Presiden Amerika yang terbunuh seringkali terkait dengan sebuah organisasi rahasia, kemudian menjadi misteri dan pembunuhnya tidak pernah terungkap secara tuntas (dark case). Sebab itu, disimpulkan bahwa Abraham Lincoln dan John E Kennedy dibunuh karena ia bukan anggota freemason.

Presiden Amerika yang menjadi anggota freemason antara lain, sebagai berikut:
Nama Tanggal No. Lodge Tempat
George Washington 04-11-1752 Fredircksburg Lodge no 4 Virginia
James Monroe 09-11-1775 Williamsburg Lodge no.6 Virginia
Andrew Jackson Harmony Lodge No.1 Tennessee
James Knox Polk 04-09-1820 Columbia Lodge no.31

Tennessee
James Buchanan 24-01-1817 Lodge no.43 Penn sylvania
Andrew Johnson Greenville Lodge no.119 Tennessee
James A. Garfield 22-11-1864 Columbus Lodge no.20 Ohio
William McKinley 03-04-1865 Hiram Lodge no.21 Virginia
Theodore Rosevelt 24-04-1901 Metinecock Lodge no.806 Oyster Bay
William H. Taft 18-02-1909 Kilwining Lodge no.356 Ohio
Warren G. Harding 13-08-1920 Marion Lodge no.70 Ohio
Harry S. Truman 09-02-1909 Belton Lodge no.450
Gerald Ford 18-0501951 Columbia Lodge no.3


Catatan:
Abraham Lincoln semula telah menyampaikan formulir pendaftaran untuk menjadi anggota freemason di wilayah Tyrlan Lodge, Springfield, Illinois. Akan tetapi, karena alasan yang menurut para anggota freemason tidak masuk akal, dan sampai pada batas tertentu tidak diserahkannya formulir pendaftaran serta kesediaannya untuk mengikuti ritual mason sebagai pengukuhan keanggotaannya, maka Abraham Lincoln mati secara tragis pada 17 April 1865.

Ronald Reagen pada tanggal 11 Februari 1988 telah diangkat sebagai anggota The Imperial Council of the Shrine --Grand Lodge Washington DC, dan berhak menyandang Honorary Scottish Rite Mason.

George Bush diduga pula sebagai anggota mason dengan asumsi bahwa pada saat dia mengambil sumpah sebagai presiden memakai Bibel yang sama, sebagaimana dilakukan oleh presiden Amerika anggota mason seperti: George Washington, Dwight D. Eisenhower, Jimmy Carter, dan yang lainnya. The Masonic Bible adalah kitab kepunyaan St. John Lodge di New York yang secara ritual dipakai untuk mengiringi sumpah para anggota freemason.

5. Friedrich Wilhelm Nietzsche
Pola pemikiran Adam Weishaupt yang merindukan satu ordo dunia yang bebas dari segala dogma agama dan tirani gereja telah mempengaruhi dan dikembangkan oleh seorang pemikir jenius Friedrich Wilhelm Nietzsche yang lahir 15 Oktober 1844 di Rocken, Jerman. Pada usia yang sangat muda, ia telah mengajar di bidang filologi di Universitas Bazel.

Friedrich Wilhelm Nietzsche adalah anggota freemason (grand master tingkat ke-33) yang pemikirannya banyak memberikan warna kepada organisasi tersebut, misalnya pemikiran yang besar adalah dengan tindakan yang besar (the greatest thought are the greatest action). Dia merupakan sosok pemikir yang radikal. Menyerang arti demokrasi yang dianut umat manusia. Baginya demokrasi adalah sebuah metode pemikiran bodoh dari manusia.

Karena demokrasi masih mengakui berbagai perbedaan yang menyebabkan konflik serta pertarungan yang tidak pernah selesai. Dalam pemikirannya itu, Friedrich Wilhelm Nietzsche banyak dipengaruhi, oleh Von Bismarck, Spencer, dan Darwin. Dalam bukunya Ecce Homo, dia memberikan solusi bahwa dunia hanya akan sampai dengan perang. Hanya manusia yang unggul yang berhak menguasai dunia. Manusia yang dikategorikan "budak" harus disisihkan. Itulah sebabnya, manusia unggul yang dicita-citakannya (uber mensch) adalah manusia yang mempunyai kekuatan, kecerdasan, dan kebanggaan, serta berani mengambil risiko. Bahkan, cinta dengan risiko (l'amour de risque).

Pemikirannya sarat dengan "kerinduan" terhadap kekuatan, sebagaimana mewarnai buku-bukunya yaitu: Thus Spake Zarathustra;The Will to Power; On the Geneacology of Morals.

Hidup menatap bahaya penuh risiko badai dan tantangan, rumus kehidupanku adalah amor fati --bukan sekadar tabah menanggung setiap penderitaan, akan tetapi mencintai penderitaan itu sendiri. Hiduplah selalu dalam bahaya. Karenanya bangunlah kotamu di dekat gunung Vesuvius. Jelajahi lautan dengan kapal kapalmu. Hiduplah dalam keadaan perang.

(My Formula is amor fati-not only to bear up under every necessity, but to love it. Live dangeraously. Erect your cities beside Vesuvius. Send out your ships to unexplored seas. Live in a state of war)

Sebagaimana anggota freemason yang sangat anti-Kristus, demikian pula dengan cara berpikir Friedrich Wilhelm Nietzsche yang melecehkan keberadaan Tuhan, bahkan secara ekstrem dia memproklamasikan bahwa manusia adalah Tuhan itu sendiri, there is no God but man.

Untuk apa mengikuti ajaran Tuhan yang telah mati. Apakah mungkin manusia akan ditolong Tuhan, sedangkan Yesus yang dianggap sebagai anak Tuhan dibiarkan dengan teganya di penyaliban dan Bapaknya tidak mampu menolongnya. Bukankah ini suatu bukti bahwa manusia yang kuat mampu mengalahkan anak Tuhan? Dia berkata, "Mungkinkah demikian? Sedangkan orang suci yang berada di hutan belum mendengar berita bahwa Tuhan sudah mati.